Liputan6.com, Jakarta - Dalam Pasal 9 Undang-Undang Pilkada, terdapat ketentuan yang mengharuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Peraturan KPU setelah berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah. Ketentuan itu bersifat mengikat.
Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy menjelaskan aturan itu ditetapkan karena selama ini KPU tidak pernah mendengarkan masukan para anggota dewan.
"Pilkada lalu ditemukan KPU tidak indahkan hasil rapat Komisi II dan pemerintah. Kita cari solusi perubahan norma. Agar KPU dalam terjemahan independen tidak semena-mena. Korbannya ada. Korbannya adalah Golkar dan PPP," kata Lukman, dalam diskusi Pertarungan Politik Pilkada, di Jakarta, Sabtu (11/6/2016).
Meski demikian, Lukman tidak mau lembaganya disebut menggerus indepedensi KPU. Sebab, dalam rapat konsultasi itu, baik pemerintah, DPR, dan KPU memiliki posisi sejajar.
"Eksistensi independensi KPU tidak pernah kami ubah," tegas politisi PKB itu.
Lukman juga bercerita pengalaman pilkada lalu. Akibat KPU tidak mendengarkan masukan DPR sama sekali, komisi itu sempat terancam anggarannya.
"Itu teman Komisi II sampai ancam anggaran KPU karena tidak ketemu. KPU ngotot berdasarkan tafsir gini, kami tetap kekeuh pendapat kami. Akhirnya Golkar dan PPP sandera anggaran KPU. Diketok anggaran sekarang itu sampai detik terakhir. Harus ada solusi, kita perbaikan pasal ini, baik di penyelenggara pemilu dan pilkada sendiri," tandas Lukman.
Alasan DPR 'Renggut' Independensi KPU di UU Pilkada
Aturan itu ditetapkan karena selama ini KPU tidak pernah mendengarkan masukan para anggota dewan.
Advertisement