Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri menilai audit investigasi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta atas pembelian lahan RSÂ Sumber Waras kurang cermat.
Sebab menurut dia, dalam proses audit yang dilakukan, BPK DKI hanya menggunakan Peraturan Presiden (Perpres) 71 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan tanah untuk kepentingan umum. Padahal, kata Febri, Perpres tersebut telah diubah ke dalam Perpres 40 Tahun 2014.
"Karena tidak menggunakan Pasal 121 Perpres Nomor 40 Tahun 2014 tentang pengadaan tanah di bawah 5 hektare. Makanya itu jadi ada temuan pelanggaran," kata Febri dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (18/6/2015).
Kemudian terkait perhitungan kerugian negara, Febri melihat BPK Jakarta hanya menggunakan kontrak berdasarkan NJOP tahun 2013. Padahal menurut dia, transaksi pembelian lahan itu terjadi pada 2014.
"BPK hanya gunakan harga kontrak Yayasan Kesejahteraan Sumber Waras (YKSW) PT Ciputra Karya Utama (CKU) sebagai kerugian negara. Ini yang harusnya audit BPK perlu dicermati lebih dalam," ucap dia.
Febri menganggap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah tepat menyimpulkan bahwa pembelian lahan RS Sumber Waras tidak ditemukan pelanggaran.
"Tidak semua pelanggaran yang ditemukan oleh BPK itu melanggar hukum. Yang ditemukan apakah ada melakukan pelanggaran hukum itu adalah penyelidik," kata Febri.
ICW Sebut BPK Tidak Cermat Audit Soal RS Sumber Waras
ICW melihat BPK Jakarta hanya menggunakan kontrak berdasarkan NJOP tahun 2013. Padahal, transaksi pembelian terjadi pada 2014.
Advertisement