Liputan6.com, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, 275 kabupaten dan kota diperkirakan rawan bencana longsor pada 2016. BNPB pun meminta pemerintah daerah (Pemda) setempat, memperhatikan tata ruang hunian penduduk yang rawan terjadi longsor.
Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, tata ruang dan penerapannya menjadi langkah jitu mengatasi longsor.
Baca Juga
"Longsor itu bisa tiba-tiba terjadi, apalagi penghujan. Ini tugas pemda bagaimana melakukan penataan ruang," tutur Sutopo di Kantor BNPB, Jalan Pramuka Raya, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (20/6/2016).
Advertisement
Sutopo mengatakan, pihaknya telah membagikan peta dengan petunjuk daerah rawan bencana ke pemda setempat. Zona rawan longsor itu terbagi tiga, warna hijau berpotensi longsor rendah, oranye potensi longsor sedang, dan merah potensi longsor tinggi.
Menurut Sutopo, lokasi yang terjadi longsor seperti di Banjarnegara, Purworejo, dan Kebumen, semua berada di zona oranye dan merah. "Artinya, longsor yang terjadi memang di daerah rawan sedang dan rawan tinggi longsor," tegas dia.
Kendati, Sutopo mengatakan, pemda tak jarang mengabaikan susunan tata ruang daerah rawan longsor. Sebab, masih banyak ditemukan bangunan maupun hunian di tepi lereng perbukitan.
"Masyarakat seolah dibiarkan hanya mengikuti ekokomi pasar yang berlaku. Mereka membangun rumah mereka tetap berada di zona-zona rawan, sehingga longsor itu mematikan," kata dia.
Sutopo menambahkan, sepanjang 2005 hingga 2016, tercatat ada empat kabupaten paling rawan longsor. Bahkan, angka bencana longsor di empat kabupaten tersebut tergolong tinggi.
"2005 hingga 2016 Kabupaten Bogor 136 kasus, Wonogiri 121 kasus, Bandung 106 kasus, dan Sukabumi 106 kasus. Itu yang tertinggi," pungkas Sutopo.