Liputan6.com, Jakarta - Ketukan palu menandai uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri ditutup. Ketukan sebanyak satu kali ini juga restu Komisi III untuk Komisaris Jenderal Tito Karnavian ‎menjadi Kapolri menggantikan Jenderal Polisi Badrodin Haiti.
Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo yang memimpin fit and proper test, terlebih dulu menanyakan ke seluruh fraksi yang hadir sebelum mengetuk palu. Anggota Komisi III dari 10 fraksi pun menyatakan setuju.
"Apakah setuju?" tanya Bambang di ruang rapat Komisi III, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 23 Juni 2016.
"Setuju," jawab seluruh anggota fraksi.
"Akhirnya Komisi III DPR setelah melakukan seluruh rangkaian uji kelayakan dan kepatutan ini, meminta Presiden Jokowi memberhentikan Jenderal Badrodin Haiti ‎sebagai Kapolri untuk digantikan Tito Karnavian. Pada tanggal 27 Juni 2016 mendatang sidang hasil ini akan dibawa ke rapat paripurna DPR," Bamsoet memungkasi.
Senyum pun tersungging di wajahnya. Walau ketegangan masih terpancar.
Maklum saja, sejak pukul 10.00 WIB, Tito diberondong 74 pertanyaan oleh anggota Komisi III. Puluhan pertanyaan itu difokuskan salah satunya pada penanganan kasus terorisme.
Fraksi PPP, Partai Demokrat, PKB, dan PAN menanyakan langkah dan jaminan Tito soal kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan terorisme. Begitu juga dengan independensinya.
Anggota PPP, Arsul Sani, merupakan salah satunya. Dia mempertanyakan soal perimbangan perlindungan HAM yang akan diberikan Polri ketika menangkap terduga teroris.
"Pada revisi UU 15 tahun 2003, Densus 88 meminta perluasan kewenangan. Dengan perluasan kewenangan, termasuk waktu penangkapan, perimbangan perlindungan HAM apa yang sepatutnya diberikan masyarakat," kata Arsul.
Namun, dengan pengalamannya di Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri sejak 2004, Tito mampu menjawab segala hal tentang terorisme.
Tito menjelaskan keadaan saat itu tidak memungkinkan untuk menangkap para terduga teroris tersebut.
"Ada persoalan taktis di lapangan. Kita ambil tindakan ketika mereka membahayakan keselamatan petugas dan masyarakat umum," ujar Tito.
Dia mencontohkan kasus perlawanan Polri pada teror penembakan dan bom di wilayah Sarinah, Jalan MH Thamrin, 14 Januari 2016. Saat itu, petugas tidak memiliki pilihan lain selain melumpuhkan para teroris.
"Contohnya teror di Starbucks. Karena ingin dibawa ke pengadilan, tolong hentikan tembak-menembak dan kita gunakan pentungan, tidak mungkin. Pikiran kita cuma satu, dead or alive," ucap Tito.
Hal yang sama, lanjut dia, dilakukan oleh Kepolisian Prancis. Pelaku teror di Teater Bataclan, Paris, Prancis ditembak mati polisi. Tidak ditangkap hidup-hidup untuk dibawa ke pengadilan.
"Di Prancis, yang ke teater, enggak dibawa ke pengadilan karena ada persoalan taktis lapangan," ujar Tito.
Tangisan Sang Teroris
Rekam jejak calon Kapolri Komisaris Jenderal Tito Karnavian di bidang penanggulangan terorisme tidak diragukan lagi. Sebelum menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Tito pernah bertugas di selama enam tahun di Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.
Tito merupakan salah satu perwira yang bergabung dalam tim penumpasan jaringan terorisme pimpinan Noordin Mohammad Top pada 2009.
Dia menilai ada fenomena menarik terkait terorisme. Hal tersebut disimpulkannya setelah menginterograsi 500 teroris selama bertugas.
"Memang ada fenomena menarik. Mereka (teroris) memiliki untuk doktrin bunuh diri. Ini adalah hal yang dicari mereka. Jihad merupakan rukun Islam keenam bagi mereka," kata Tito saat bercerita tentang teroris ketika uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Jakarta, Kamis, 23 Juni 2016.
Menurut dia, para teroris ini memiliki keyakinan membunuh orang kafir di matanya akan mendapat pahala. Apalagi, ketika orang itu berhasil dibunuh.
"Doktrinnya, membunuh orang kafir di mata mereka itu adalah pahala. Kalau mereka terbunuh, mereka masuk surga dan bertemu bidadari. Saya sudah meng-interview 500 orang yang ditahan dan mereka bilang seperti itu," tutur Tito.
Mantan Kapolda Metro Jaya itu pun mencontohkan hasil wawancaranya dengan Mohammad Rois, terpidana mati kasus bom Kedutaan Besar Australia pada 2004. Saat ditangkap, kata Tito, Rois menangis di hadapannya.
"Dia nangis, 'Karena hilang momentum saya konfrontasi dengan polisi'," kata Tito menirukan Rois.
Oleh karena itu, tidak memungkinkan untuk menangkap para terduga teroris tersebut.
Dia pun menolak usulan terkait pembentukan dewan pengawasan pemberantasan terorisme. Menurut dia, lembaga tersebut dikhawatirkan menjadi beban negara.
"Kami berkeberatan dibentuk dewan khusus untuk mengawasi kerja pemberantasan terorisme. Kita perlu hemat, pemerintah sedang menyederhanakan dengan mengurangi instansi-instansi yang tidak perlu," kata Tito dalam uji kelayakan dan kepatutan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 23 Juni 2016.
"Jangan juga jadi euforia menambah dewan yang tidak perlu dibuat, karena akan menjadi beban anggaran pemerintah," dia melanjutkan.
Menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini, berbagai instansi sudah melakukan pengawasan terhadap kinerja pemberantasan terorisme yang dilakukan Polri, dalam hal ini Densus 88.
Di internal Polri ada Propam dan Itwasum yang mengawasi. Juga Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), media massa, serta Komnas HAM yang ikut mengawasi kinerja Densus 88. Tito menilai, perangkat pengawas yang ada saat ini sudah cukup memadai.
"Polri sangat terbuka, jadi biarkan Propam yang periksa," ujar Tito.
Advertisement
Janji Tito
Mengawali fit and proper test, Komjen Tito Karnavian memaparkan visi dan misinya di hadapan seluruh anggota Komisi III DPR. Jenderal bintang tiga ini sempat menyinggung soal pengamanan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak pada 2017.
Pengamanan pilkada menjadi fokus utamanya apabila lolos fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan calon Kapolri.
"Program prioritas saya yang didasarkan pada situasi, keamanan dalam negeri, tuntutan masyarakat, program Kapolri sebelumnya, dan lainnya, itu semua menjadi fokus," Tito mengungkapkan saat memaparkan visi dan misinya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 23 Juni 2016.
Kemudian, lanjut dia, memasuki 2017, tantangan yang dihadapi Polri akan semakin berat, baik di bidang penegakan hukum, keamanan nasional, dan lainnya. Termasuk pengamanan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.
"Sukseskan Pilkada 2017 dan Pilpres 2019, masalah perbatasan, kebakaran hutan dan lahan, masalah anak, dan lain-lainnya. Lalu juga Internal pembenahan, serta peningkatan soliditas internal dan pelayanan publik yang belum optimal. Kegagalan internal itu akan berdampak pada public trust," Tito memaparkan.
Agar Polri tidak kehilangan kepercayaan dari publik, mantan Kapolda Papua ini pun menjanjikan reformasi internal di Polri. Lalu, tugas Polri melayani masyarakat juga akan dioptimalkan.
"Layanan publik yang lebih mudah diakses masyarakat, lebih cepat, bebas calo, dan berbasis teknologi informasi," kata Tito.
Selain itu, dia menjanjikan proses pelayanan publik yang sederhana alias tidak lagi berbelit-belit. 'Reformasi' pelayanan publik ini dilakukan agar masyarakat mendapat kemudahan akses.
Tak hanya itu, Kepala BNPT ini pun secara khusus juga memberikan perhatian terhadap kesejahteraan anggota-anggotanya. "Peningkatan tunjangan kinerja. Di 2019 mencapai 100 persen. Sekarang baru 57 persen. Anggota Polri juga berhak menempati rumah dinas yang akan diperbanyak. Selain itu, ada juga program menambah rumah sakit khusus Polri," ujar dia.
"Lalu juga peningkatan tunjangan kemahalan bagi anggota di daerah perbatasan dan di Papua," sambung dia.
Selain itu, Tito pun menjanjikan program wirausaha serta asuransi keselamatan kerja. Ada pula dukungan operasional untuk Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas).
Berikut adalah 8 misi Komjen Tito Karnavian sebagai Kapolri:
1. Melanjutkan reformasi internal Polri.
2. Mewujudkan organisasi dan postur Polri yang ideal dengan didukung sarana dan prasarana kepolisian yang modern.
3. Mewujudkan pemberdayaan kualitas sumber daya manusia Polri yang profesional dan kompeten, yang menjunjung etika dan HAM.
4. Meningkatkan kesejahteraan anggota Polri.
5. Meningkatkan kualitas pelayanan prima dan kepercayaan publik.
6. Meningkatkan kemampuan pencegahan kejahatan dan deteksi dini berlandaskan prinsip pemolisian proaktif dan pemolisian yang berorientasi pada penyelesaian akar masalah.
7. Meningkatkan harkamtibmas dengan mengikutsertakan publik melalui sinergi polisional.
8. Mewujudkan penegakan hukum yang profesional, berkeadilan menjunjung tinggi HAM dan anti KKN.