Liputan6.com, Jakarta - Terbongkarnya kasus vaksin palsu di Bekasi, Jawa Barat, membuat masyarakat menjadi lebih waspada. Mereka lebih berhati-hati ketika akan mengimunisasikan anaknya.
Hal tersebut terlihat di sebuah rumah sakit ibu dan anak (RSIA) di Jakarta.
"Sejak beberapa hari ini, pasien kami selalu bertanya soal vaksin yang diberikan, apakah palsu atau asli," ujar Isma, bidan di RSIA, kepada Liputan6.com, Senin (26/6/2016) pagi.
Isu vaksin palsu yang semakin mencuat sejak beberapa hari yang lalu membuat pasien menanyakan keabsahan vaksin yang digunakan di rumah sakit tersebut.
"Baru beberapa hari ini, banyak yang khawatir soal vaksin, sebelumnya hanya beberapa orang saja," ujar bidan yang yang sudah bertugas selama dua tahun di sana itu.
Pada pemberian vaksin, Isma memakai dua cara. Suntik dan oral (diberikan dengan cara meneteskan vaksin lewat mulut). Namun mayoritas vaksin diberikan dengan cara suntikan.
RSIA ini menyediakan dua jenis vaksin, yakni vaksin milik pemerintah dan vaksin milik swasta.
"Harganya juga beda, kalau pemerintah punya cuma Rp 15.000, kalau yang keluaran pabrik (nonpemerintah) lebih mahal, Rp 80.000 untuk Hepatitis B," kata Isma.
Menurut dia, ada perbedaan efek antara vaksin palsu dan asli. Ada sejumlah efek saat vaksin asli diberikan.
"Kalau pemberian vaksin itu, biasanya ada yang mengalami/kejadian ikutan pasca-imunisasi. Ada yang bengkak, merah dan panas tubuhnya meningkat," kata Isma.
Kejadian tersebut tak serta merta menandakan pemakaian vaksin palsu. Setiap bayi memiliki reaksi yang berbeda.
Oleh karena itu, konsultasi dengan dokter juga jadi poin penting lainnya, sehingga efek dari pemberian vaksin bisa diketahui lebih jelas.
"Kalau prosedurnya kan ditanya dulu sebelum diberikan vaksin, mau yang biasa (pemerintah) atau yang keluaran merek lain. Kalau tak ditawarkan, maka pasien berhak bertanya, apa jenis vaksin yang diberikan pada anaknya," ucap Isma.
Berhenti Beredar
Berbagai merek vaksin dijual bebas di Jabodetabek. Ada yang berizin ada yang tak jelas izinnya. Harga vaksin pun bersaing, meski dengan spesifikasi yang sama.
"Ada yang modalnya lebih murah dari biasa. Tapi sejak dua minggu ini, barangnya (vaksin murah) enggak masuk," ujar seorang pelayan di apotek kawasan Pasar Malabar, Tangerang, yang tak mau dituliskan namanya kepada Liputan6.com.
Vaksin-vaksin itu diduga termasuk dalam vaksin yang palsu. Dia pun berhenti membeli vaksin ke apotek besar sejak dua minggu lalu. Selain takut rugi karena vaksin palsu, dia menerangkan vaksin tidak terlalu laku di apoteknya.
Advertisement
"Di rumah sakit sudah dikasih, biasanya yang laku itu vaksin tetes," ucap dia.
Sebelumnya, polisi mengungkap sindikat pemalsu vaksin untuk balita, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menangkap sembilan orang pelaku. Kasus ini masih dikembangkan, kuat dugaan vaksin-vaksin palsu ini sudah menyebar ke berbagai provinsi di Indonesia.