Sukses

3 Wakil Rakyat Ini Tertangkap Tangan KPK di Tahun 2016

Kasus korupsi tidak hanya sekali ini melibatkan wakil rakyat, baik di tingkat DPR maupun DPRD. Rantai korupsi seolah sulit diputus.

Liputan6.com, Jakarta - Kabar tidak mengenakkan kembali terdengar dari Kompleks Parlemen Senayan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap satu anggota dewan berinisial IPS.

Anggota Komisi III DPR itu ditangkap karena diduga menerima suap terkait proyek jalan yang dibiayai APBN.

Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menyayangkan penangkapan anggotanya tersebut. "Kita prihatin ya. Apalagi ini anggota Komisi III. Seharusnya tidak terjadi lagi hal seperti ini," ujar Bambang saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (29/6/2016).

Kasus korupsi tidak hanya sekali ini melibatkan wakil rakyat, baik di tingkat DPR maupun DPRD. Rantai korupsi seolah sulit diputus.

Menurut catatan Liputan6.com, ada tiga wakil rakyat yang ditangkap KPK dalam OTT. Ketiganya adalah I Putu Sudiartana, Mohamad Sanusi, dan Damayanti Wisnu Putranti.

Jumlah itu belum termasuk anggota DPR yang menjadi tersangka setelah menjalani beberapa kali pemeriksaan. Berikut ini, ulasan tentang ketiga wakil rakyat tersebut:

 

2 dari 4 halaman

I Putu Sudiartana

I Putu Sudiartana saat buka bersama dengan KPK 


Komisi III DPR geger ketika mendengar kabar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap anggotanya. I Putu Sudiartana ditangkap dalam operasi tangkap tangan, Selasa 28 Juni 2016 malam.

Anggota komisi yang menangani soal hukum, HAM, dan keamanan itu pun berusaha menghubungi KPK untuk mengonfirmasinya.

Namun, kabar tersebut terus menyebar luas. Terlebih, malam itu, ruang kerja Putu disegel KPK. Tali plastik hitam merah bertuliskan 'KPK' menandai penyegelan tersebut.

Informasinya, Putu ditangkap lantaran diduga menerima suap terkait proyek jalan yang dibiayai oleh APBN. Dia diduga menerima duit sebanyak Rp 500 juta. Namun bukan dalam bentuk cash.

 

3 dari 4 halaman

M Sanusi

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, M. Sanusi saat tiba di KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dengan saksi Direktur PT APL Ariesman Widjaja (AWJ) di gedung KPK, Jakarta,Selasa (2/5). (Liputan6.com/Helmi Afandi)


Sejumlah orang terlihat memasuki gedung KPK dari pintu samping bersama beberapa penyidik, sekitar pukul 20.00 WIB, Kamis, 31 Maret 2016. Sebuah Jaguar hitam bernomor polisi B 123 RX pun ikut masuk melalui pintu itu.

Salah satu orang yang diamankan KPK ternyata mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi.

Adik Wakil Ketua DPRD DKI itu tertangkap tangan menerima suap lebih dari Rp 1 miliar. Suap itu terkait dengan pembahasan raperda tentang reklamasi pantai utara Jakarta.

"KPK mengamankan uang senilai Rp 1 miliar dan Rp 140 juta dalam OTT tersebut," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo dalam keterangan pers di Kantor KPK, Jalan Rasuna Said Jakarta, Jumat 4 April 2016.

Agus menyatakan, uang senilai Rp 1.140.000.000 tersebut merupakan pemberian kedua kepada Sanusi. Sebelumnya pada pada 8 Maret 2016, Sanusi telah menerima Rp 1 miliar.

Kasus ini pun sudah bergulir di pengadilan.

 

4 dari 4 halaman

Damayanti

Tersangka kasus suap proyek pembangunan jalan di Ambon, Damayanti Wisnu Putranti meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (2/5/2016). (Liputan6.com/Helmi Afandi)


Rabu, 13 Januari 2016, menjadi hari yang menyedihkan bagi Damayanti Wisnu Putranti. KPK menangkap Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu dalam sebuah operasi di sebuah mal di Jakarta Selatan.

Seharusnya, hari itu, menjadi saat yang menyenangkan karena dia menerima uang dari Direktur Utama Windu Tunggal Utama Abdul Khoir. Suap itu terkait pembahasan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2016.

Damayanti ditangkap bersama 3 orang lainnya dari pihak swasta yang bernama Julia Prasetyarini, Dessy A Edwin dan Abdul Khoir.

Damayanti, Julia dan Dessy ditangkap selaku pihak penerima suap. Serta Abdul Khoir merupakan pemberi suap.

Atas perbuatannya, Damayanti, Julia, dan Desy selaku terduga penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 uu tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHAP.

"Sementara AKH selaku pemberi suap disangka Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi," pungkas Agus.

 

**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.