Sukses

Akhir Kuasa Jagoan Kalijodo di Balik Bui

Hakim menghukum Daeng Azis dengan 10 bulan penjara dan denda Rp 100 juta. Azis terbukti menggunakan listril ilegal untuk dua kafenya.

Liputan6.com, Jakarta - Sesekali Abdul Azis tertunduk. Kadang pria yang usianya mendekatiki 60-an tahun itu menatap majelis hakim. Seksama Daeng Azis, sapaan Abdul, mendengarkan putusan yang akan diketuk hakim kepada dirinya. Azis dituduh mencuri listrik untuk kepentingan dua bar miliknya yang berdiri di kawasan Kalijodo. Sebuah kawasan yang dikenal dengan prostitusi, judi, minuman keras, dan premanisme.

"Secara sah dan meyakinkan telah menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya dengan melawan hukum, menjatuhi hukuman penjara pada terdakwa dengan hukuman kurungan penjara selama 10 bulan dan denda 100 juta rupiah," ujar Hakim Ketua Hasoloan Sianturi di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis 30 Juni 2016.

Hakim menilai perbuatan bekas jagoan Kalijodo tersebut melawan hukum. Karena aliran listrik yang digunanakannya ilegal.


Daeng Azis keluar dari mobil mewahnya saat mendatangi Komnas HAM, Jakarta, Senin (15/2). Daeng ke Komnas HAM bermaksud mengadukan rencana relokasi red light district Kalijodo oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dalam kasus pencurian itu, Azis mengakibatkan kerugian Pemerintah Kota Jakarta Utara sebesar Rp 429 juta. Pencurian telah dilakukan selama setahun.

"Majelis hakim menilai tindakan terdakwa melawan hukum dengan menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya," tutur Hasoloan membacakan vonis yang sempat tertunda kemarin.

Pengacara Azis yang semula kerap menemani, Razman Arif Nasution, tiba-tiba menghilang. Sayup terdengar, kubu Azis melaporkan Razman atas dugaan penipuan dan penggelapan ke Polda Metro Jaya. Alih-alih mendampingi kliennya, Azis menjadi terdakwa sekaligus pengacara untuk dirinya sendiri.

Adapun dalam kasus yang mencuat ini, penyidik kepolisian dan jaksa penuntut sepakat menjerat Azis dengan pelanggaran Undang-Undang 30 tahun 2009 tentang Ketenaga Listrik, dan pasal pencurian (pasal 362 KUHP).

"Saya berpikir dulu yang mulia, kalau nanti ada saya sampaikan lewat kuasa hukum saya," ujar Azis menanggapi vonis yang diketuk majelis hakim.

Mujahidin, salah satu pengacara Azis mengatakan keputusan untuk menempuh upaya hukum selanjutnya bergantung pada kliennya.

"Kalau kami selaku kuasa hukum, maunya langsung ajukan banding, tapi beliau (Daeng Azis) maunya berpikir dan menenangkan diri dulu," ujar Mujahidin.

Meski demikian, kubu Azis mempertanyakan jaksa yang tidak menyeret dalang sebenarnya di balik pencurian listrik tersebut. Padahal, modus serupa juga terjadi di banyak bangunan di Kalijodo kala kokoh berdiri.

"Pelaku utamanya tak dibawa ke pengadilan, ada dalam BAP tapi gak dihadirkan dalam persidangan. BAP Welly (Saksi) tidak dibuka oleh jaksa," tegas dia.

Ia yakin, jika Welly dihadirkan dalam persidangan. Kliennya akan bebas, sebab dalam pemesanannya pada Welly, Daeng mengaku ingin pasang listrik yang legal, bukan yang ilegal.

"Welly harus dihadapkan persidangan, kita siap biaya penyidiknya ke Sulawesi untuk menjemput Welly," terang Mujahidin.

Dengan putusan tersebut, artinya Azis akan mendekam selama 6 bulan saja di dalam bui. Karena vonis 10 bulan tersebut termasuk potong massa tahanan. Azis mendekam di penjara Polres Metro Jakarta Utara sejak 22 Februari 2016.

2 dari 3 halaman

Disegani Warga Kalijodo


Daeng Azis disebut-sebut sebagai pemimpin salah satu kelompok di Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara. Dia memiliki seratusan anak buah. Tugas mereka adalah mengamankan Kalijodo dan memastikan roda bisnis di tempat itu terus berputar.

Pada tahun 2001, saat terjadi bentrok antaretnis di Kalijodo, Azis disebut-sebut sebagai orang yang menodongkan pistol ke arah Komisaris Besar Krishna Murti, Direktur Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Metro Jaya. Krisna saat itu bertugas sebagai Kapolsek Penjaringan dan menyandang pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP).

"Jangan ada yang mendekat!" tulis Krishna menirukan gertakan Daeng Azis, dalam bukunya berjudul Geger Kalijodo. Buku karya Krishna tersebut menceritakan pola penyelesaian konflik antaretnis yang terjadi di kawasan perjudian dan prostitusi kala itu. Krishna menyebut Daeng Azis dalam karya ilmiahnya itu dengan nama si Bedul.

Dalam buku itu diceritakan saat Krishna berada tidak jauh dari lokasi tergeletaknya jasad yang merupakan adik Daeng Azis, Udin. Tiba-tiba saja Krishna mendengar 2 kali letusan.

Dia mengira letusan tersebut berasal dari pistol anak buahnya. Setelah dilihat ternyata Daeng Azis-lah yang menarik pelatuk pistol tersebut. Krishna meminta dia menyerahkan pistol tersebut namun malah berbalas gertakan.


Tokoh Kalijodo Daeng Azis berjalan saat Sosialisasi Relokasi warga kalijodo Kecamatan Tamboradi, Jakarta, Selasa (16/2). Kawasan Kalijodo akan dijadikan Ruang Terbuka Hijau (RTH), dan tawaran bagi warga untuk beralih profesi. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Saat laras pistol Daeng Azis mengarah ke Krishna, suasana seketika tegang. "Jika pelatuk itu ditarik tamat juga riwayat saya. Kalau pun melawan dengan mencabut pistol, pasti ia lebih cepat menarik pelatuk," cerita Krishna.

"Saya ini Kapolsek. Jika kamu tembak saya, saya mati tidak masalah karena saya sedang bertugas demi bangsa dan negara. Namun, kalau saya mati Anda semua akan habis," ujar Krishna menatap tajam Daeng Azis.

Dikonfirmasi terpisah, Komisaris Krishna Murti membenarkan bahwa si Bedul adalah Daeng Azis. "Iya, si Bedul itu Daeng Azis, pernah saya tahan karena kasus kepemilikan senjata api," cerita Krishna kepada Liputan6.com.

Daeng Azis saat itu dikenal sebagai orang yang memiliki lapak judi dan kafe. "Dia sudah buka lama, puluhan tahun," ujar perwira menengah yang pernah bertugas di Markas Besar PBB ini.

Saat itu pula, dia dan jajarannya bergerak cepat meringkus 290 preman dan penjudi yang biasa mangkal di Kalijodo.

"Sudah habis preman-preman itu zaman saya, sudah rata," kata Krishna.

Salah seorang sesepuh Kalijodo, Kunarso, mengatakan bahwa Azis dikenal sebagai seorang pengusaha.

"Dia pengusaha bir," kata Kunarso.

3 dari 3 halaman

Senjakala Kalijodo

Bagaimana PLN bisa mengetahui pencurian listrik yang dilakukan pengusaha hiburan di kawasan Kalijodo tersebut?

Manajer Komunikasi, Hukum dan Administrasi PLN Distribusi Jakarta Raya (Disjaya) Aris Dwianto mengungkapkan, aksi pencurian listrik yang dilakukan Daeng Azis terendus PLN secara kebetulan.

Itu terjadi saat petugas PLN menertibkan listrik di kawasan lokalisasi Kalijodo yang lokasinya berbatasan dengan wilayah Jakarta Barat dan Utara tersebut.

"Di Kalijodo kebetulan sekalian mengamankan listrik, sekalian penertiban," kata Aris, saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa 1 Maret 2016.

Awalnya, PLN hanya mengamankan meteran listrik pelanggan bangunan yang akan dibongkar agar tidak disalahgunakan.

Namun ketika dilakukan pendataan, terungkap bangunan dengan atas nama pelanggan Daeng Azis telah melakukan pencurian listrik mencapai Rp 525 juta. "Didata satu-satu, kalau kebetulan posisi punya Daeng itu," ungkap dia.

Aris mengaku, PLN belum menemukan aksi pencurian listrik lainnya di lokasi yang sama. Selama ini PLN dikatakan telah melakukan penertiban pencurian listrik secara rutin di banyak wilayah.

Namun jika penertiban belum merata dikatakan itu karena jangkauan yang luas dan kawasan tersebut belum terjangkau penertiban pencurian listrik.


Meski beroperasi, PSK asal Kalijodo dilarang pindah praktik ke Gang Sadar.

Runtuhnya kawasan hitam Kalijodo yang sudah berdiri puluhan tahun bermula dari kasus kecelakan lalu lintas yang mengakibatkan empat orang tewas.

Saat itu Fortuner bernomor polisi B 201 RFD menabrak pengendara motor di Km 15 Jalan Daan Mogot, Senin 8 Februari 2016. Fortuner yang dikendarai Riki Agung Prasetio (24) itu melaju dari arah Grogol menuju Tangerang dengan kecepatan tinggi.

Pasangan suami istri Zulkahfi Rahman dan istrinya Nuraini (23) yang tengah mengendarai motor tewas ditempat saat ditabrak Fortuner. Sementara dua rekan tersangka, Riki, juga turut menjadi korban, Tatang Satriana (40) dan Evi.

Dari pengakuan sopir maut tersebut terungkap mereka menghabiskan malam di Kalijodo dengan puluhan botol minuman keras. Mulai saat itu, Pemprov DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya sepakat untuk tegas menutup Kalijodo.