Sukses

Peran Cornelis Chastelein di Balik Sebutan Belanda Depok

Untuk membangun dan mengolah tanah Depok Lama, Cornelis Chastelein memanfaatkan para budak yang dibelinya di Pasar Manggarai.

Liputan6.com, Depok - Sebutan Belanda Depok seringkali terdengar di telinga kita. Namun, siapa sangka munculnya julukan itu beriringan dengan kisah seorang pejabat VOC di generasi awal.

Cornelis Chastelein namanya. Dia merupakan satu di antara pejabat penting, ketika masa kongsi dagang atau yang dikenal dengan VOC.

"VOC dibentuk 1602. Seketika itu memang yang mendominasi ialah orang Belanda. Namun ini bukan segi pemerintahan hanya kamar dagang saja," kata sejarawan sekaligus penulis buku Gedoran Depok Wenri Wanhar kepada Liputan6.com, Depok, Selasa (28/6/2016).

Ketika memiliki jabatan di VOC, Cornelis selalu berpindah-pindah kantor. Kantor pertamanya didirikan di Stadhuis atau yang kini bernama stasiun Kota Tua. Berjalan waktu, kantornya pindah ke Batavia Castle.

"Jadi Kota Tua hari ini dulu tempat kantornya Cornelis Chastelein," ujar Wenri.

Lambat laun VOC akhirnya bangkrut, akibat menanggung banyak hutang. Hal itu lantaran banyak pejabat VOC yang korupsi.

"Jadi secara geopolitical hancurnya kamar dagang VOC pada 1811 disebabkan oleh sikap atasannya yang memberikan upah murah kepada pekerjanya. Akibatnya pejabat VOC melakukan korupsi," kata Wenri.

Di situlah, kemudian Cornelis mundur dari VOC dan membeli tanah di sejumlah daerah. Termasuk di Depok Lama.

"Tanah Depok Lama yang dibeli oleh Cornelis Chastelein luasnya hanya 2.400 hektare. Di situ dibangun air irigasi, sawah, kebun karet," ujar Wenri.

Untuk membangun dan mengolah tanah Depok Lama, Cornelis memanfaatkan budak. Pada masa itu, budak memang diperjualbelikan di Pasar Manggarai. Dia membeli 190 budak untuk membangun Depok Lama.

"Cornelis Chastelein beli tanah Depok masih banyak hutan, masih banyak orang yang melakukan semedi. Dia beli budak di Pasar Manggarai yang memang pada masa itu menjadi pasar budak," jelas Wenri.

Cornelis banyak membeli budak asal Bali. Sebagian mereka ada yang disuruh mengerjakan perkebunan, ada pula yang menggarap pertanian.

"Hari ke hari, malam ke malam mereka dikasih pelajaran sesuai ajaran yang diimani Cornelis yaitu nasrani," ujar Wenri.

Memerdekan Budak

Dalam perkembangannya, Cornelis mengeluarkan pernyataan bahwa dia akan memerdekan para budak-budaknya. Syaratnya, mengikuti ajaran yang dianutnya.

Dari 190 budak, hanya 120 yang mengikuti Cornelis. Mereka yang mengikuti dibagi menjadi 12 marga yaitu Bacas, Isakh, Jonathans, Jacob, Joseph, Loen, Laurens, Leander, Tholonse, Soedira, Samuel, dan Zadokh.

"12 Marga ini ialah yang menjadi cikal bakal Depok Lama. Mereka dijanjikan akan diberikan tanah dan warisan milik Cornelis," sebut Wenri.

Tak ingkar pada janjinya, Cornelis membangunkan rumah untuk 12 marga, yang letaknya di kawasan Pemuda yang dulu bernama Jalan Gereja. Kawasan itu dipilih karena dekat dengan aliran sungai.

"Yang pertama dibangun Cornelis kalau dilihat di dalam dokumen ialah, rumah di Jalan Pemuda. Secara alamiah, ketika sebuah komunal membuat permukiman baru dekat dengan sungai. Nah, kawasan Pemuda dekat dengan sungai," tutur Wenri.

Setelah meninggalkan banyak warisan seperti pemukiman, gereja, irigasi, dan sawah, pada 28 Juni 1714, Cornelis meninggal dunia.

Hari itu pula dijadikan sebagai Hari Depok Lama bagi 12 marga yang dimerdekakan Cornelis atau di kenal sebagai Depok Stah.

"Jadi orang Depok Lama yang 12 marga itu menjadi tanggal kematian Cornelis Chastelein sebagai hari lahirnya," jelas Wenri.

Yang mengejutkan, semasa hidupnya Cornelis tidak pernah tinggal di Depok. Berdasarkan naskah peninggalannya, Cornelis tinggal di Lenteng Agung.

"Arsip tidak menjelaskan kalau Cornelis Chastelein punya rumah di Depok. Tapi ada lukisan yang menunjukkan kalau rumahnya di Lenteng Agung," pungkas Wenri.
    


**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.