Sukses

Nasi Jamblang Cirebon, dari Sedekah Jadi Berkah Sekota

Pekerja-pekerja pabrik di luar Desa Jamblang mulai berdatangan memesan nasi tersebut dan bersedia menukarnya dengan uang.

Liputan6.com, Cirebon - Jalan-jalan ke Kota Cirebon, Jawa Barat tidak lengkap rasanya bila tak menikmati kuliner khasnya, yaitu nasi jamblang. Selain kaya cita rasa, nasi yang dibungkus daun jati itu ternyata kaya akan sejarah.

Liputan6.com berkesempatan menemui generasi kelima pencipta nasi jamblang, yaitu pasangan kakek nenek Haji Raden Kusdiman (72) dan Hajah Tien Rustini.

"Jadi nasi jamblang itu dulunya makanan buruh di sini. Tahun 1847 dan 1883 kan di sini ada proyek pembangunan Pabrik Gula Gempol dan Pabrik Spiritus Palimanan, juga stasiun kereta," kata Kusdiman di Desa Jamblang, Palimanan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Selasa 5 Juli 2016.

Pria yang dikenal dengan panggilan Haji Emon ini bertutur moyangnya Haji Abdul Latief dan sang istri Nyonya Tan Piaw Lung dahulu membagikan nasi jamblang gratis untuk sedekah ke kaum buruh. Mereka adalah salah satu orang terpandang di daerah tersebut.

"Kakek moyang kami pengusaha pribumi yang sukses saat itu. Tan Piaw Lung adalah nama Tionghoa nenek moyang kami, sebelum jadi mualaf dan berganti nama jadi Mbah Pulung. Mereka membagikan nasi jamblang dengan lauk secukupnya sebagai sedekah," ujar Emon.

Citarasa Daun Jati

Emon mengatakan asal muasal nasi jamblang dibungkus daun jati, karena pada masa lalu, masyarakat belum mengenal kertas nasi, styrofoam atau plastik seperti zaman sekarang. Di kalangan masyarakat Desa Jamblang, daun jatilah yang dimanfaatkan sebagai pembungkus nasi.

"Ternyata daun jati itu, selain menambah kekhasan aroma nasi, juga membuat nasi tidak cepat basi. Kalau diraba, tekstur daunnya berpori besar. Tidak seperti daun pisang yang rapat-rapat," ungkap Emon.

Nasi jamblang akhirnya naik pamor menjadi makanan yang disukai masyarakat sekitar. Bahkan pekerja-pekerja pabrik di luar Desa Jamblang mulai berdatangan memesan nasi tersebut dan bersedia menukarnya dengan uang.

"Di situlah masa keemasan nasi jamblang. Saat itu isi lauk pauknya disesuaikan dengan kantong buruh. Tapi setelah menjadi makanan favorit, menunya mulai variatif," tutur Emon.

Mbah Pulung kemudian menurunkan resep nasi jamblang kepada anaknya Haji Aminah (Haji Minol), Mak Tarkim (Yu Minol dan Mak Bia (Yu Biol). Di tangan ketiga generasi penerus ini popularitas nasi jamblang merambah hingga Cirebon Kota, kuli pelabuhan dan penumpang kereta api terhipnotis dengan cita rasanya.

Selanjutnya, ketiga buyut Emon menurunkan resep ke anak-anak mereka Mak Tjas, Mak Sawit, Mak Asih dan Mak Zaenah, "Pada generasi ketiga, peminat nasi jamblang bukan hanya buruh yang notabene kaum miskin. Tetapi semua masyarakat Cirebon suka."

Resep Asli Leluhur

Salah satu keturunan generasi ketiga yang ikut membesarkan nasi jamblang sehingga menjadi ikon Cirebon adalah Mak Zaenah. Selama 34 tahun, Mak Zaenah beserta suami meniti bisnis kuliner ini. Sekitar 100 'pengeber' atau distributor nasi jamblang antusias menjual kembali masakan Mak Zaenah.

"Saat itu Mak Zaenah mempekerjakan 100 pengeber (orang yang menjual kembali) nasi jamblang ke warga sekitar," ujar Emon.

Setelah Mak Zaenah wafat, usaha nasi jamblang diwariskan ke generasi keempat dan seterusnya hingga Emon membuka restoran Nasi Jamblang Tulen sebagai usaha setelah pensiun bekerja. Meski penjual nasi jamblang terhampar di seluruh Cirebon, ia mengklaim hanya dirinya yang memegang teguh resep asli leluhur.

"Ada menu yang di tempat nasi jamblang lain tidak ada. Misalnya blekutak atau sejenis cumi tapi bentuknya bulat, dendeng bumbu laos dan panjelas atau ikan asin cucut," tandas Emon.

Tak ingin menyebutkan besaran omzet, Emon mengakui setiap akhir pekan restorannya mampu menjual 600 bungkus nasi jamblang dan 10 kilogram daging sapi.