Sukses

Soal Vaksin Palsu, DPR Ingatkan Menkes Nila Soal Sanksi

Anggota Komisi IX dari Partai Nasdem Amelia Anggraini juga menyatakan harus ada sanksi tegas kepada RS yang menerima vaksin palsu.

Liputan6.com, Jakarta - DPR memanggil Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk membahas mengenai peredaran vaksin palsu. Anggota DPR pun menanyakan kepada Menkes Nila F Moeloek mengenai bagaimana vaksin palsu ini bisa beredar di masyarakat hingga 13 tahun.

"Kalau lihat uji sampel BPOM yang telah diperiksa di Mabes, ada 5 terbukti palsu, artinya dari sampel aja ada 50 persen. Dari pengujian 39 sampel vaksin, ada 5 yang tidak sesuai. Kita ingin tahu klinik atau RS atau dokter yang ikut distribusikan," ujar anggota Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfiz saat rapat dengan Kemenkes di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (13/7/2016).

Ia pun meminta agar Kemenkes dapat mengusut juga jaringan aliran dananya distribusi vaksin palsu. Irgan menegaskan kalau masalah vaksin palsu ini masalah yang serius.

"Ini bukan hal sederhana, enggak cukup peringatan, perlu ada tindakan tegas, sanksi pidana dan administrasi. Harus ada punishment-nya, harus tegas," tegas politikus PPP ini.

Selain Irgan, anggota Komisi IX dari Partai Nasdem Amelia Anggraini juga menyatakan harus ada sanksi tegas kepada RS atau klinik atau dokter yang menerima vaksin palsu ini.

"Katanya ada 14 RS yang terima vaksin palsu ini, apakah cukup dengan surat peringatan, katanya sanksi telah diberikan. Kalau cuma sanksi peringatan, enggak timbulkan efek jera. Pasiennya apa cukup dengan vaksin ulang?" kata Amelia.

Ketua Komisi IX Dede Yusuf juga meminta agar ada sanksi tegas kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan vaksin palsu ini. Tak hanya itu, lanjut Dede, harus ada juga yang bertanggungjawab.

"Harus ada sanksi tegas, seperti pencabutan izin praktik atau izin akreditasi dan operasi. Tenaga kesehatan yang terlibat secara tidak sengaja juga perlu ada sanksi administratif," pungkas politisi Partai Demokrat ini.

Sementara itu, Menkes Nila F Moeloek menuturkan akan melakukan koordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menindaklanjuti peredaran vaksin palsu ini.

"Melakukan pengungkapan seluruh jaringan tindak pidana vaksin palsu. Lalu menuntaskan kasus hukum dan memutuskan jaringan vaksin palsu," ujar Nila.

Selain itu, akan dibuat juga surat edaran kepada seluruh RS dan klinik agar melakukan pengadaan vaksin dengan menggunakan kemasan yang sesuai peraturan.

"BPOM telah melakukan uji terhadap sejumlah barang sitaan Bareskrim Polri. Dari 15 yang disita, terdapat 5 produk yang terbukti kandungan palsu, 1 produksi vaksin yang kadarnya tidak sesuai, dan 1 produk yang labelnya tidak sesuai. Oleh karena itu nantinya semua harus menggunakan kemasan yang sesuai dengan peraturan," tutur Nila.

Â