Liputan6.com, Jakarta - Tujuh bulan, usia yang terbilang muda. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid IV ini telah melakukan 10 operasi tangkap tangan (OTT) sejak Presiden Joko Widodo melantik lima pimpinannya 21 Desember 2015.
Kelimanya, yakni ‎Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Laode Muhammad Syarif, Alexander Marwata, dan Thony Saut Situmorang, memang menggenjot pemberantasan korupsi melalui OTT.
Baca Juga
Mereka mencokok mulai dari pengusaha, penegak hukum, sampai kepala daerah. Para terduga ditangkap karena tertangkap 'basah' bertransaksi suap.
Advertisement
Catatan Liputan6.com, berikut ini 10 OTT KPK dalam tujuh bulan terakhir.
1. Suap Proyek Jalan di Maluku
Penangkapan anggota Komisi V DPRÂ Damayanti Wisnu Putranti merupakan operasi tangkap tangan pertama yang digelar Agus Rahardjo cs. Damayanti, seorang politikus PDI Perjuangan, ditangkap di Jakarta pada Rabu 31 Januari 2016.
Damayanti diciduk karena diduga menerima suap dari Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir. Dia ditengarai menerima suap total Rp 8,1 miliar. Suap diterima tiga kali masing-masing 328 ribu dolar Singapura, Rp 1 miliar dalam mata uang dollar Amerika Serikat, dan 404 ribu dolar Singapura.
KPK juga turut mencokok dua stafnya, Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini. Praktik suap menyuap ini dilakukan agar Damayanti mengusahakan anggaran di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk proyek jalan di Maluku.
Belakangan, KPK mengembangkannya ke pihak lain. Penyidik telah menetapkan anggota Komisi V DPR Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro dan Kepala Balai Pelaksana Jalan IX Maluku dan Maluku Utara Amran Mustari sebagai tersangka.
2-4
2. Suap Pejabat Mahkamah Agung
OTT kedua KPK dilakukan pada Jumat 13 Februari 2016. Pada operasi ini, Satgas KPK menangkap Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata Direktorat Panata dan Tata Laksana Perkara Perdata Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung, Andri Tristianto Sutrisna.
Andri diduga menerima suap Rp 400 juta dari pengusaha bernama Ichsan Suaidi lewat pengacaranya Awang Lazuardi Embat. Suap diberikan agar Andri menunda salinan putusan kasasi perkara korupsi pembangunan pelabuhan di Nusa Tenggara Barat yang menjerat Andri. Pada kasus itu, dia didakwa menerima gratifikasi Rp 500 juta.
3. Suap Kejati DKI Jakarta
Hanya berselang kurang dari sebulan kemudian, KPK melancarkan OTT ketiga. Kamis 31 Maret 2016, KPK menangkap Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya (BA), Sudi Wantoko dan Manager Keuangan PT BA Dandung Pamularno serta seorang perantara bernama Marudut Pakpahan.
Sudi dan Dandung bersama Marudut diduga berupaya menyuap Kepala Kejati DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidan Khusus Kejati DKI Jakarta, Tomo Sitepu sebesar Rp 2,5 miliar. Suap diberikan untuk menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi penyimpangan penggunaan keuangan PT BA yang dilakukan Sudi.
Belakangan KPK hanya menetapkan pemberi suap sebagai tersangka. Sedangkan terduga penerima suap urung dijadikan tersangka. Kejaksaan Agung sudah membantah keterlibatan Sudung dan Tomo.
4. Suap Raperda Reklamasi Teluk Jakarta
Pada waktu yang hampir bersamaan, KPK juga menangkap tangan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Gerindra M Sanusi. Sanusi, adik kandung Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik itu ditangkap lantaran diduga menerima suap dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja lewat anak buahnya, Trinanda Prihantoro.
Selain Sanusi, KPK menangkap anak buah Sanusi, Gerry Prasetya dan Trinanda. Sementara Ariesman menyerahkan diri ke KPK keesokan harinya. Dari nama-nama itu, hanya Gerry yang tidak dijadikan tersangka oleh KPK.
KPK juga mencegah bos PT Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan dan anaknya, Richard Halim Kusuma bepergian ke luar negeri. Mereka dicegah karena KPK masih membutuhkan keterangannya dalam pengembangan kasus ini.
Penangkapan sang anggota dewan ini menjadi yang perhatian publik tersendiri. Karena belakangan kerap menyeret-nyeret nama Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.‎
Advertisement
5-7
5. Suap Bupati Subang
Senin 11 April 2016, KPK kembali menggelar OTT. Kali ini menyasar Bupati Subang, Jawa Barat, Ojang Sohandi. Ojang ditangkap bersama sejumlah orang lainnya. Termasuk dua jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, yakni Devianti Rochaeni dan Fahri Nurmalo. Ojang diduga memberi suap kepada dua jaksa tersebut.
Suap Rp 583 juta diberikan melalui istri mantan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Jajang Abdul Holik, Lenih Marliani kepada Devianti selaku Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU)dalam penanganan perkara dugaan korupsi dana BPJS Kabupaten Subang 2014 di Pengadilan Tipikor Bandung.
Ojang diduga sengaja memberikan‎ suap agar namanya tak terseret dalam pusara kasus yang menjerat Jajang itu.
6. Suap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
‎Berselang sekitar sembilan hari kemudian, Tim Satgas KPK kembali bergerak lewat OTT. Dalam operasi ini KPK menangkap tangan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution pada Rabu 20 April 2016 di Jakarta.
Edy ditangkap karena diduga menerima suap dari pegawai ‎PT Artha Pratama Anugerah, Doddy Arianto Supeno sebesar Rp 150 juta. Suap diberikan agar Edy menunda proses pelaksanaan aanmaning atau peringatan eksekusi terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana dan menerima pendaftaran peninjauan kembali PT Across Asia Limited.
Dari pengembangan kasus ini, KPK kemudian mencegah Sekretaris MA Nurhadi Abdurrachman ke luar negeri. Selain dicegah, Nurhadi yang diduga mengetahui kasus ini sudah berulang kali diperiksa KPK.
7. Suap Hakim Tipikor Bengkulu
Sekitar 30 hari kemudian, KPK lagi-lagi membongkar praktik suap terkait perkara di pengadilan. Kali ini, lembaga antirasuah menangkap tangan Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Bengkulu, Janner Purba dan Hakim Tipikor Bengkulu Toton pada Senin 24 Mei 2016 di Bengkulu.‎ Pada kesempatan itu, KPK juga menangkap Panitera PN Bengkulu Badaruddin alias Billy.
Mereka ditangkap karena diduga menerima suap Rp 650 juta dari mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah M Yunus Bengkulu Edi Santoni serta mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD M Yunus, Safri Safei. Edi dan Safri pun turut dibekuk KPK tak lama berselang.
Kasus suap menyuap ini terkait dengan perkara korupsi honor Dewan Pembina Rumah Sakit M Yunus Bengkulu di PN Tipikor Bengkulu.
8-10
8. Suap Vonis Ringan Saipul Jamil
Pada Rabu 15 Juni 2016, publik dikagetkan dengan OTT yang dilakukan KPK. Sebab, OTT ini berkaitan dengan vonis yang dijatuhkan kepada pedangdut Saipul Jamil di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Pada operasi ini, KPK menangkap ‎Panitera PN Jakut bernama Rohadi, Bertanatalia Ruruk Kariman (pengacara Saipul), dan Kasman Sangaji (pengacara Saipul). Samsul Hidayatullah, kakak Saipul, juga turut diangkut Tim Satgas ke markas KPK.
Bertha, Kasman, dan Samsul diduga menyuap Rohadi sebanyak Rp 250 juta dari Rp 500 juta yang dijanjikan sebelumnya. Suap diberikan agar Saipul divonis ringan dalam kasus dugaan pelecehan seksual remaja pria di bawah umur. Bertha, Kasman, Samsul, dan Rohadi kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
9. Suap Anggota Komisi III DPR I Putu Sudiartana
Berhenti di situ? Tidak. Satgas KPK kembali bergerak dan menangkap tangan a‎nggota Komisi III DPR I Putu Sudiartana. Wakil Bendahara Umum DPP Partai Demokrat itu ditangkap di rumah dinas anggota DPR, kawasan Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Sebelum menangkap pria berkepala plontos itu, KPK lebih dulu menangkap staf Putu bernama Novianti di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat serta Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Suprapto.
Pada saat bersamaan, KPK juga menangkap pengusaha bernama Yogan Askan di Padang, Sumatera Barat, serta Suhemi di Tebing Tinggi, Sumatera Utara.
Suap kepada Putu ini diduga untuk memuluskan rencana pembangunan 12 ruas jalan di Sumbar senilai Rp 300 miliar. Sedianya, Putu disuap agar mengusahakan anggaran proyek tersebut didanai lewat APBN Perubahan 2016.
10. Suap Panitera PN Jakpus
Kurang dari seminggu sebelum Hari Raya Idul Fitri 1437 H, tepatnya Kamis 30 Juni, KPK kembali melakukan OTT. Ada dua orang yang ditangkap dalam operasi ini, yakni Panitera Pengganti PN Jakarta Pusat, Mohammad Santoso dan ‎Ahmad Yani yang merupakan staf di Wiranatakusumah Legal & Consultant.
‎Santoso diduga menerima uang 'sumpel' sebesar 25 ribu dan 3 ribu dolar Singapura. ‎Diduga uang suap itu ditujukan agar PT KTP dimenangkan dalam perkara perdata di sektor pertambangan dengan PT MMS.
KPK kemudian menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus ini. Selain Santoso dan Yani, KPK menetapkan pengacara bernama Raoul Adhitya Wiranatakusumah‎ sebagai tersangka.
Advertisement