Sukses

Polisi Selidiki Penyebaran Vaksin Palsu di 9 Provinsi

Sembilan Provinsi itu, menurut Boy didominasi oleh pulau Jawa saja.

Liputan6.com, Jakarta - Vaksin palsu diduga menyebar ke sembilan provinsi. Untuk itu, polisi terus menyelidiki keberadaan vaksin palsu itu.

Namun, Kabid Humas Polri, Brigjend Polisi Boy Rafli Amar enggan menyampaikan provinsi mana saja yang diduga sebagai penyebaran vaksin abal-abal itu. Sebab dia khawatir akan menganggu penyidikan kasus yang menggemparkan dunia kesehatan ini.

"Itu masih didalami dulu, dilihat dulu alat buktinya seperti apa. Infonya masih mencari alat bukti dulu berkaitan dengan penyebaran keluar DKI sama Jabar," ujar Boy di Kedoya, Jakarta Barat, Senin (18/7/2016).

Boy mengatakan, hasil penyidikan sementara baru sampai kawasan Jabodetabek dan Jawa Barat. Sehingga untuk sembilan provinsi lainnya masih dalam pengembangan.

"Kan kemarin banyak di Jabar dan Jabodetabek, masih perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut lagi untuk yang di luar Jabodetabek," jelas Boy.

Sembilan Provinsi itu, menurut Boy didominasi oleh pulau Jawa saja. "Didominasi pulau Jawa," tegas Boy.

Untuk para tersangka, polisi masih belum mengendus keterlibatan pihak korporasi. Mereka baru mendapati bisnis vaksin palsu ini sebagai kejahatan orang per orang yang mengambil untung.

"Dari pihak rumah sakit itu lebih cenderung kepada mereka yang berstatus sebagai pengambil keputusan dalam penentuan pembelian vaksin," kata Boy.

Boy mengatakan, para pelaku yang terlibat dalam kasus vaksin palsu ini dijerat polisi dengan pasal berlapis. Tak sekedar soal perlindungan konsumen saja, namun mereka bisa dituduh sebagai pelaku pencucian uang.

"Pelaku (dihukum) 15 tahun, undang-undangnya, undang-undang kesehatan, perlindungan konsumen,  dan kalau terbukti nanti bisa diterapkan tindak pidana pencucian uang," terang Boy.

Sementara itu, bagi rumah sakit yang menjadi tempat penyebaran vaksin palsu, polisi menyerahkannya pada Kementerian Kesehatan. Namun, jika rumah sakit terbukti terlibat maka akan diberi sanksi pidana.

"Belum dilihat, apakah ini berkaitan organisasi rumah sakit atau lebih kepada perbuatan dari pengurus yang bidang itu, jadi belum bisa dilihat itu sebagai keterlibatan pihak secara institusi," ujar Boy.

Saat ini, polisi baru menemukan keterlibatan oknum dokter dan pengelola fasilitas kesehatan. Mereka punya peran sebagai penentu vaksin yang akan digunakan, serta menentukan distributor vaksin.