Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi mengakui menerima uang dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja sebesar Rp 2 miliar. Uang diduga suap itu terkait dengan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara Jakarta yang sedang dibahas oleh DPRD DKI Jakarta.
Hal itu dikatakan Sanusi saat menjadi saksi di persidangan terdakwa Ariesman Widjaja di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Menurut Sanusi, uang sebanyak itu diberi dalam dua tahap melalui anak buah Ariesman, Trinanda Prihantoro.
Baca Juga
"Saya terima (Rp 2 miliar). Yang pertama itu hari Senin," ucap Sanusi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 18 Juli 2016.
Advertisement
Dalam pemberian pertama, lanjut Sanusi, uang diberikan Trinanda kepada Gerry Prasetya. Gerry merupakan sopir Sanusi. Saat itu, duit pelicin yang diterima Gerry dari Trinanda untuk Sanusi sebesar Rp 1 miliar.
"Diterima Gery dan diinfokan malamnya. Kemudian ketemu di pom bensin dekat rumah saya," ujar Sanusi.
Berselang beberapa hari kemudian, Sanusi kembali menerima Rp 1 miliar dari Ariesman. Lagi-lagi, uang diberikan melalui Trinanda dan diberikan kepada Gerry. Saat itu, Gerry juga langsung mengontak Sanusi dan melakukan janji ketemuan.
"Gerry telepon, (mengatakan) sudah siap. Saya janjian di FX Senayan. Gerry telepon saya jam 5 atau setengah 6 (sore), saya masih di Cakung (Jakarta Utara). Pas di FX, Gerry masuk mobil saya, pas keluar ditangkap KPK," kata Sanusi.
Janji Bantu Pencalonan Pilkada
Tak hanya itu, Sanusi yang juga berstatus tersangka itu mengakui, Ariesman sempat menjanjikan akan membantu pencalonannya di Pilkada DKI 2017 mendatang.
""Saya dengan pak Ariesman teman lama sejak 2004-2005. Jadi kebetulan suatu waktu saya bicara jadi balon (bakal calon) gubernur, memang bersamaan jeda waktunya di Dewan ada pembahasan Raperda (Reklamasi) Pantura," kata Sanusi.
"Jadi saya bicara panjang lebar. Bicara tentang saya jadi balon gubernur. Pak Ariesman mengatakan kesediaan untuk bantu saya," kata adik kandung Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik itu.
Sanusi mengatakan pula, dia menyampaikan pencalonan itu kepada Ariesman sebanyak tiga kali dalam kesempatan yang berbeda. Dia berharap, Ariesman mau membantu secara materi pencalonannya di Pilkada DKI 2017.
"Maksudnya saya mohon dukungan. Memang harapan saya dapat bantuan keuangan. Saya merasa yakin (dibantu), karena Pak Ariesman ini pengusaha. Jadi saya merasa ada celah untuk sampaikan itu, saya sampaikan apa adanya," ujar politikus Partai Gerindra yang sudah menyampaikan pengunduran diri ke partainya tersebut.
Selain Ariesman, dia juga membenarkan Chairman PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan juga menjanjikan bantuan dana terkait rencana dirinya mencalonkan tersebut. Janji Aguan tersebut disampaikan saat Sanusi bersama Aguan dan Ariesman berjalan di lorong keluar dari Kantor PT Agung Sedayu di Harco Mangga Dua, Glodok sekitar Februari 2016.
"Waktu perjalanan pulang dari tempat Pak Aguan di Harco. 'Nanti gua bantuin urusan lu'," ujar Sanusi menirukan ucapan Aguan kala itu.
Jaksa mendakwa Presdir PT APL, Ariesman Widjaja menyuap anggota DPRD DKI M Sanusi sebesar Rp 2 miliar. Uang itu diberikan agar Sanusi mengakomodir pasai-pasal yang tercantum dalam Raperda RTRKS Pantai Utara Jakarta sesuai dengan keinginan Ariesman. Termasuk pasal soal tambahan kontribusi.
Terkait pasal tambahan kontribusi, awalnya Ariesman menginginkan agar tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual itu dihilangkan.
Namun Sanusi tak bisa menyanggupi keinginan itu. Ariesman kemudian menjanjikan uang Rp 2,5 miliar kepada Sanusi dengan tujuan agar tambahan kontribusi itu dimasukkan dalam pasal penjelasan dengan menggunakan konversi.
Mohamad Sanusi pun setuju dan menerima uang 'sumpel' Rp 2 miliar dari Rp 2,5 miliar yang dijanjikan Ariesman.
Atas perbuatannya, Ariesman didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.