Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi dan Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik menghadiri persidangan terdakwa ‎Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja. Mereka bersaksi dalam sidang lanjutan kasus suap pembahasan raperda reklamasi Jakarta.
Selain keduanya, Anggota DPRD DKI‎ dan Ketua Fraksi Partai PKS Selamat Nurdin serta Anggota DPRD DKI sekaligus Ketua Fraksi Partai Hanura Muhammad 'Ongen' Sangaji. Pada sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (20/7/2016)‎, keempatnya hadir mengenakan kemeja batik.
Prasetyo menjadi orang pertama yang ditanyai majelis hakim terkait dengan pembahasan raperda reklamasi. Khususnya mengenai tugas dan fungsinya selaku Ketua DPRD DKI.
Advertisement
Pada persidangan Presdir PT APL, Ariesman Widjaja beberapa waktu lalu di Pengadilan Tipikor, Jakarta, terungkap, Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi bertugas membagi-bagikan uang ke para anggota DPRD DKI‎ yang lain. Hal itu terungkap dari kesaksian Manajer Perizinan PT Agung Sedayu Group Saiful Zuhri alias Pupung yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Hal itu juga terungkap dari rekaman telepon antara Pupung dengan Ketua Komisi D DPRD DKI yang juga tersangka kasus ini, Mohamad Sanusi.‎ Dalam rekaman telepon yang diputar Jaksa itu, Sanusi sempat cerita kepada Pupung soal kacaunya pembagian uang oleh Prasetyo.
"Iya, pembagiannya benar-benar kacau balau deh dia (Prasetyo). Makannya kebanyakan. Maksud gue banyak banget, bukan kebanyakan, ngerti enggak lo," kata Sanusi kepada Pupung dalam rekaman percakapan telepon.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Presdir PT APL, Ariesman Widjaja memberi suap Anggota DPRD DKI, M Sanusi sebesar Rp 2 miliar. Uang itu diberikan agar Sanusi mengakomodasi pasai-pasal yang tercantum dalam Raperda RTRKS Pantai Utara Jakarta sesuai dengan keinginan Ariesman. Termasuk pasal soal tambahan kontribusi.
Terkait pasal tambahan kontribusi, awalnya Ariesman menginginkan agar tambahan kontribusi sebesar 15% dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual itu dihilangkan. Namun Sanusi tak bisa menyanggupi keinginan itu
Ariesman kemudian menjanjikan uang Rp 2,5 miliar kepada Sanusi dengan tujuan agar tambahan kontribusi itu dimasukkan dalam pasal penjelasan dengan menggunakan konversi. Sanusi pun setuju dan menerima uang 'sumpel' Rp 2 miliar dari Rp 2,5 miliar yang dijanjikan Ariesman.
Atas perbuatannya, Ariesman didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.