Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Pandjaitan menyikapi polemik mengenai revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu keterlibatan TNI. Dia mengatakan, masalah tersebut seharusnya tak usah terlalu diperdebatkan sebab TNI juga memiliki tugas menanggulangi teror.
"Kalau masalah tentara tidak boleh masuk situ, UU TNI itu ada mengatakan penanggulanan teror," ujar Luhut di Kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, Rabu 20 Juli 2016.
Purnawirawan TNI ini menyebut, untuk menanggulangi teror Polri tak bisa bekerja sendirian. Bantuan dari TNI sangat dibutuhkan. "Ancaman bisa di mana-mana. Densus mulai pangkat kolonel, brigjen, sampai mayjen kenapa, karena besarnya ancaman sekarang ini kami kombinasikan tetapi yang lead polisi," jelas Luhut.
"Ini memang harus kombinasikan. Kalau tidak, nanti polisi terus jadi yang korban," ujar pria yang pernah menjabat jadi Dubes RI untuk Singapura itu.
Terkait dugaan jika nantinya RUU Terorisme yang disahkan maka akan disalahgunakan TNI, Luhut menegaskan hal itu adalah pemikiran kuno.
"Tidak boleh kita berpikir TNI kembali seperti dulu, pikiran kampung gini. Makin banyak kita awasi makin kecil kemungkinan akan terjadinya," tegas Luhut.
"Makanya babinsa itu kita jadikan kuping dan telinga, ini semua untuk keamanan," Luhut menjelaskan.
Luhut: Penanganan Terorisme Dikombinasikan, Polri Tetap Memimpin
Menko Luhut menyatakan, untuk menanggulangi teror Polri tak bisa bekerja sendirian.
Advertisement