Liputan6.com, Bekasi - Penyidik Bareskrim Polri mendatangi sejumlah tempat milik pelaku vaksin palsu di Bekasi, Jawa Barat hari ini. Polisi datang untuk memantau situasi di rumah para tersangka kasus vaksin palsu, yang berjumlah 23 orang.
Di antara tempat tinggal yang disambangi penyidik adalah rumah Sugiyati di Kampung Pintu Air, RT 06 RW 03, Medan Satria, Kota Bekasi. Sugiyati ditangkap lantaran diduga berperan sebagai pengepul dan penjual botol vaksin bekas.
"Bener, kemarin empat petugas kepolisian datang ke rumah Ibu Sugiyati. Empat orang itu terdiri dari satu orang dari Mabes Polri dan tiga dari Polsek Medan Satria. Mereka berpakaian preman," ungkap ketua RT setempat, Sarjoko, Bekasi, Kamis (21/7/2016).
Kedatangan penyidik Bareskrim itu hanya untuk memastikan keamanan rumah tinggal Sugiyati, setelah Polri dan Kementerian Kesehatan merilis 23 nama tersangka kasus vaksin palsu.
"Mereka datang hanya untuk foto-foto saja. Tak ada barang yang diambil dari rumah itu. Kata petugas, mereka datang untuk memeriksa rumah tinggal tersangka. Sebab, rumah tersangka vaksin palsu di sejumlah tempat lainnya terjadi kericuhan," jelas dia, yang ikut mengawal proses pemeriksaan itu.
Kehidupan Sugiyati cukup memprihatinkan. Sebab, perempuan ini hanya berkerja sebagai penjaga warung kecil di samping gang rumahnya.
Karena itu, warga sebelumnya terkejut melihat Sugiyati terlibat dalam jaringan peredaran vaksin palsu.
"Kita juga kaget, kalau Bu Sugiyati terlibat vaksin palsu. Soalnya, dia sehari-hari kerjanya jualan warung saja. Dia itu single parents (orangtua tunggal), harus ngasih makan dua bocah. Suaminya sopir dan telah kabur dua tahun lalu," cerita Sarjoko.
Sehari-hari, Sugiyati memang bekerja mengumpulkan botol bekas. Dia memilih pekerjaan ini karena terhimpit kebutuhan ekonomi.
"Terkadang dia sering nanya ke tetangga, kalau ada botol bekas jangan dibuang. Dia mau ngumpulin. Ya, mungkin dia enggak tahu kalau dengan ngumpulin botol bekas dampaknya bisa begitu," kata Sarjoko.
"Yang dia tahu kan botol itu laku dijual. Tapi ke mana dan untuk apakah botol bekas itu, sepertinya Bu Sugiyati tidak tahu," sambung Sarjoko.
Sugiyati memang sudah lama bekerja mengumpulkan botol bekas. Botol-botol bekas yang ia kumpulan berukuran kecil dan memiliki label obat.
"Mama sudah lama ngumpulin gitu. Sejak saya TK," ucap N, putra Sugiyati yang kini duduk di bangku kelas 1 SMP.
Asal-usul Botol
N tak mengetahui asal-muasal botol yang dikumpulkan sang ibu. Yang ia ketahui, botol itu dikirimkan kepada temannya. Teman pria tersebut disebut-sebut sebagai kurir yang bekerja untuk distributor vaksin palsu.
"Yah, kalau jualnya enggak tentu. Kadang sehari sekali dijual. Kadang seminggu sekali dijual. Ada yang ambil, kadang ketemuan di depan gang, kadang ketemuan di Stasiun Bekasi," jelas bocah 12 tahun itu.
Setiap menjual botol bekas itu, Sugiyati memiliki harga yang variatif. Batol bekas yang masih terdapat karet dan timah, harganya cukup mahal dibandingkan yang lainnya.
"Kalau jualnya enggak tahu berapa harganya. Tapi kata mama kalau botolnya jelek, harganya murah. Gitu doang," kata N.
N sempat terkejut, botol-botol bekas yang diperoleh tersebut membuat sang ibu terjerat kasus hukum. Dia berharap sang bunda dapat segera pulang ke rumah seperti sedia kala.
"Kaget, waktu itu tiba-tiba mama saya dibawa polisi. Polisinya ramai. Pengennya sih mama pulang. Ini sampai sekarang saya masuk sekolah, mama belum pernah lihat," pungkas N.
Sementara, Acim, warga sekitar menyebutkan Sugiyati memperoleh botol bekas dari sejumlah bidan rumah sakit.
"Dulu pernah ngobrol sama saya. Kata dia, punya kenalan OB (office boy) rumah sakit enggak? Saya enggak tahu dah kenapa dia nyari OB rumah sakit," cerita dia.
Penyidik Bareskrim Polri telah menetapkan 23 tersangka dalam kasus vaksin palsu. Mereka terdiri dari enam produsen, sembilan distributor, dua pengumpul botol, satu pencetak label vaksin, dua bidan, dan tiga dokter.
Cerita Pilu Sugiyati, Sosok Pengepul Botol Vaksin Palsu
Warga sebelumnya terkejut melihat Sugiyati terlibat dalam jaringan peredaran vaksin palsu.
Advertisement