Liputan6.com, Palu - Jumiatun Muslimayatun akhirnya berhasil diringkus aparat Satgas Tinombala, Sabtu 23 Juli 2016, di Pegunungan Tambarana, Poso Pesisir. Dalam pelariannya itu, Delima, sapaan Jumiatun, sempat menenteng senapan yang biasa digunakan suaminya, Santoso, selama pelarian di pegunungan.
Lima hari sudah sejak baku tembak tim Alfa 17 Batalyon 303/Setia Sampai Mati, Kostrad, dengan kelompok Santoso, Senin 18 Juli 2016 petang, Delima lari seorang diri.
Sepucuk senjata yang dia bawa akhirnya ditinggalkannya di tengah hutan. "Senjata dia tinggal karena sudah capek," kata Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Rudy Sufahriadi kepada wartawan, Senin (25/7/2016) petang.
Menurut Rudy, setelah beberapa hari dalam pelarian, Delima akhirnya bertemu dengan pekerja kebun.
"Dia ditanya. Ibu siapa? Dia mengaku istrinya Santoso," kata Rudy seperti dilansir dari Antara.
Pekerja kebun itu lalu memastikan Delima tidak membawa senjata atau bom.
"Dia hanya membawa pisau," kata Rudy.
Delima lalu diantar ke aparat di salah satu Pos Satgas Operasi Tinombala terdekat. Para pekerja kebun dan Delima lalu bertemu lagi dengan petani yang kebetulan membawa bekal. Karena Delima diketahui dalam kondisi lapar, petani tersebut memberikan bekalnya kepada Delima.
Dirawat di RS Bhayangkara, Palu, kondisi Delima berangsur membaik. Bahkan sudah bisa tertawa. Meski demikian, Delima masih memerlukan pemulihan total.
"Dia lebih rileks, sudah bisa tertawa, lebih ceria," kata Rudy.
Penyidik belum memeriksa Delima mengingat kondisi istri Santoso tersebut masih dalam pemulihan.
Saat Istri Santoso Lari Membawa Senapan dan Kelaparan di Hutan
Petani sempat menemukan istri Santoso, Delima, dalam kondisi kelaparan.
Advertisement