Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi saksi dalam sidang suap reklamasi dengan terdakwa Ariesman Widjaja, mantan Presiden Direktur Agung Podomoro Land (APL).
Dalam persidangan itu, Ahok menjelaskan bahwa reklamasi adalah menimbun laut di sekitar Jakarta untuk dibuat daratan. Reklamasi ini, kata Ahok, pertama kali diperintahkan oleh Presiden Soeharto melalui Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995.
"Pantai Jakarta sebagai andalan, maka perlu pengembangan dengan reklamasi," kata Ahok dalam kesaksiannya di persidangan dengan terdakwa Ariesman Widjaja, mantan Presiden Direktur Agung Podomoro Land (APL) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (25/7/2016).
Ahok mengatakan, sebenarnya PT Agung Podomoro bukanlah pihak pertama yang langsung mendapat izin Soeharto untuk mereklamasi Teluk Jakarta.
"Izin ini jamannya 1995, presiden masihnya Soeharto. Kelihatannya Agung Podomoro bukan yang dapat izin pertama tetapi membeli saham PT yang dapat izin dari Pak Harto," ujar Ahok.
Atas dasar hukum yang dibuat Presiden Soeharto itulah, reklamasi Teluk Jakarta terus dilakukan hingga kini. Bahkan, kata Ahok, keputusan presiden itu sampai mengatur bentuk dan jumlah pulau yang akan direklamasi.
Ahok menceritakan, tahun 1997 pertama kali reklamasi pulau dilakukan. Namun, setelah krisis moneter tahun 1998 reklamasi berhenti.
"Setelah berhenti 2010 gubernur waktu itu memberikan izin prinsip, termasuk 2012, itu yang membuat mereka melanjutkan kembali," ucap Ahok.
Satu-satunya pulau yang sudah selesai reklamasi adalah Pulau N. "Itu punya Pelindo, New Tanjung Priok adalah reklamasi pulau N. Pulau C dan D lagi masalah, baru selesai pulau lain pengurukan," lanjut Ahok.
Ahok: Tidak Sejak Awal Agung Podomoro Mendapat Izin Reklamasi
Atas dasar hukum yang dibuat Presiden Soeharto itu lah, reklamasi Teluk Jakarta terus dilakukan hingga kini.
Advertisement