Liputan6.com, Jakarta - Menggunakan mobil Transpas yang mengangkut Merry Utami tiba di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Minggu 24 Juli 2016, pukul 04.30 WIB. Wanita yang menjadi terpidana mati kasus narkoba tersebut terus dikawal ketat personel Brimob.
Tak butuh waktu lama, mobil Transpas langsung masuk ke halaman dalam tempat penyeberangan khusus itu. Selanjutnya Merry Utami dipindahkan ke Kapal Pengayoman VI menuju Pulau Nusakambangan.
Baca Juga
Kapal itu selanjutnya melaju di atas air laut menuju Pulau Nusakambangan. Tiba di sana, Merry menempati sel isolasi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Besi setelah dipindah dari Lapas Wanita Tangerang, Banten.
Advertisement
"Berdasarkan laporan yang kami terima, dia masuk di sel isolasi Lapas Besi untuk masa pengenalan lingkungan karena dia masih baru," kata Koordinator Lapas se-Nusakambangan dan Cilacap Abdul Aris, Cilacap, Minggu 24 Juli 2016.
Merry Utami menempati sel isolasi seorang diri, dipisahkan dari narapidana lain di Lapas Batu karena dia perempuan. Abdul Aris mengaku tidak tahu alasan pemindahan Merry Utami dari Lapas Wanita Tangerang ke Pulau Nusakambangan. "Kami hanya menerima," kata pria yang juga Kepala Lapas Batu di Pulau Nusakambangan.
Kepindahan Merry Utami ke Nusakambangan tersebut menyusul tiga terpidana yang sebelumnya telah tiba di pulau tersebut. Ketiganya yang menjadi terpidana kasus narkoba itu dipindah ke Nusakambangan pada Minggu 8 Mei 2016, pukul 19.14 WIB, setelah mendekam di Lapas Klas II Tembesi, Batam, Kepulauan Riau.
Mereka adalah Suryanto (53), Agus Hadi (53), dan Pudjo Lestari (42).
"Ketiganya divonis mati karena kasus narkoba," ucap Kepala Divisi Pemasyarakatan Kemenkum HAM Jawa Tengah Molyanto saat dihubungi.
Selang sehari perpindahan Merry Utama, Kemenkumham menghentikan sementara pemberian izin besuk tahanan seluruh lembaga pemasyarakatan di Nusakambangan. Akibatnya, Pengunjung kesulitan membesuk keluarganya pada Senin 25 Juli 2016 pagi. Mereka lantas meninggalkan Dermaga Wijayapura setelah mendapat keterangan dari penjaga pos penyeberangan.
"Saya tidak boleh menyeberang oleh petugas. Katanya, selama satu minggu ini, besukan ke Nusakambangan ditutup untuk sementara," kata warga Sampang, Cilacap seperti dilansir Antara.
Namun begitu, dia mengaku tidak tahu alasan kebijakan itu. Petugas tidak memberikan penjelasan mengenai alasan penghentian sementara pemberian izin besuk narapidana itu.
Perpindahan terpidana mati serta penghentian sementara izin besuk menguatkan sinyal pelaksanaan eksekusi akan berlangsung dalam waktu dekat. Terlebih instansi terkait telah menggelar rapat koordinasi. Rapat yang digelar di Cilacap, Jawa Tengah tersebut antara lain dihadiri Kejaksaan Agung dan Polri.
"Pada prinsipnya Polri hanya membantu Kejaksaan Agung. Untuk persiapan, kita sudah menyatakan siap pada hari Minggu kemarin (24 Juli 2016) dalam rapat koordinasi," ujar Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Kombes A Liliek Darmanto, kepada Liputan6.com, Senin 25 Juli 2016.
Regu Tembak Siap
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo pernah menyebut waktu pelaksanaan eksekusi mati bakal dilakukan usai hari raya Idul Fitri 1437 H. Namun hingga kini, ia masih merahasiakan kapan waktu yang tepat untuk mengeksekusi.
"Ya mungkin saja. Puasa-puasa kan eksekusi (mati) kan enggak bagus," kata Prasetyo di kompleks Kejagung, Jakarta, Kamis 19 Mei 2016 lalu.
Namun Prasetyo kembali memberi sinyal bahwa pelaksanaan hukuman mati semakin dekat. Berbagai persiapan sudah dipenuhi hingga setengah jalan.
"(Persiapan eksekusi) Lebih dari 50 persen," tegas Prasetyo.
Menurut Prasetyo, biaya untuk eksekusi mati juga sudah disusun dan dibahas dengan anggota dewan pada 13 Juni 2016 melalui rapat kerja. Tinggal menunggu persetujuan dari Komisi III DPR terkait pencairan dana untuk pelaksanaan eksekusi.
"Ya sudah bicara dengan Komisi III, kita tunggu saja hasilnya. Biaya sudah ada untuk beberapa terpidana mati," ucap Prasetyo.
Kesiapan lainnya juga ditegaskan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang menyatakan melaksanakan eksekusi mati jilid III. Namun, hingga kini belum diketahui kapan waktu eksekusi mati itu dilaksanakan.
"Soal eksekusi mati, kita sih ready to go (siap)," kata Menkumham Yasonna Laoly di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (12/7/2016).
Dia mengatakan, dari Kemenkumham, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sudah siap memfasilitasi pelaksanaan eksekusi mati itu. Termasuk kesiapan fasilitas dan keamanan di lapas di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Namun, Yasonna menegaskan, seluruh proses pelaksanaan berada di tangan Kejaksaan Agung. "Tapi ini kan ditangani oleh Kejaksaan Agung. Langsung saja tanyakan kepada pihak yang lebih berwenang untuk pelaksanaannya," ujar Yasonna.
Tim eksekutor dalam hukuman mati juga telah dipersiapkan. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengungkapkan, jumlah anggota untuk regu tembak diperkirakan 20 sampai 24 polisi.
"Regu tembak sudah siap tinggal jadwalnya dari pihak eksekutor adalah Kejaksaan Agung. Jadi ketika tanggal diumumkan pasti kita siap melaksanakan 100 persen," kata Boy Rafli Amar di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin 25 Juli 2016.
Selain regu tembak, Polri juga telah menyiapkan sejumlah pasukan lainnya untuk mengawal para narapidana, penjagaan lapas, dan tim dokter.
"Ya cukuplah. Tidak perlu disampaikan secara detail karena bisa berbeda-beda nanti pelaksanaannya. Siap melaksanakan tugas sebagai tim ya, yang membantu dari eksekutor" ucap Boy.
Advertisement
Eksekuti Tak Pernah Mati
Meski banyak penolakan terhadap hukuman mati, pemerintah Indonesia menegaskan akan tetap melaksanakannya. Ketegasan ini diambil sebagai bentuk perang terhadap narkoba.
"Hukum kita kan tetep ada yang namanya hukuman mati. Kalau sudah dihukum mati ya harus dieksekusi, kecuali kalau undang undang kita sudah berubah," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon saat ditemui di Ruang Paripurna Gedung Nusantara II DPR Jakarta, Senin 25 Juli 2016.
Ketua DPR Ade Komarudin pun menyatakan jika sudah memenuhi unsur yang diatur dalam undang-undang, maka terpidana mati harus tetap dieksekusi meski banyak yang menentang.
"Ya keputusan hukuman mati harus dipatuhi dan dijalankan sepahit apapun," kata Ade Komarudin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2016).
Pria yang akrab disapa Akom ini menilai, jika ada beberapa terpidana yang telah divonis hukuman mati dan permohonan peninjauan kembalinya ditolak maka dia tetap harus dieksekusi.
"Kalau mau masa berjuang bagaimana menghindari agar tidak terkena hukuman mati, bukan sekarang saatnya. Dulu sebelumnya masa itu sudah usai ya, saya kira serahkan kepada Tuhan. Seluruhnya ya kan begitu karena keputusan sudah ada dan tidak bisa ditawar-tawar lagi," ujar dia.