Sukses

Sunny Sebut Raperda Mandek karena DPRD DKI Tidak 'Bagi Rata'

Selain berkomunikasi, Sunny juga menuturkan sering bertemu rutin dengan Aguan.

Liputan6.com, Jakarta - Staf Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama atau Ahok, Sunny Tanuwidjaja, kembali melanjutkan kesaksiannya dalam sidang kasus dugaan suap raperda reklamasi pantai utara Jakarta, usai diskors kurang lebih satu jam.

Sunny menuturkan, dirinya pernah berkomunikasi dengan Chairman PT Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma atau Aguan.

"Betul di paguyuban (pengembang) bicara. Dari Agung Sedayu dengan Pak Sugianto Kusuma," ucap Sunny dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (25/7/2016).

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) pun penasaran, tentang apa saja yang dibahas dengan Aguan. Sunny pun langsung menjelaskan.

"Terkait 15 persen enggak ada. (Tanya) kenapa (pembahasan Raperda) enggak qorum-qorum, itu dengan pak Sugianto Kusuma. Intinya, dia baca di media online, terkait anggota DPRD tak hadir. Dia tanya itu PDIP atau Golkar? Kayaknnya enggak seperti itu," kata Sunny.

Di sanalah, Sunny menyindir mandeknya pembahasan Raperda reklamasi lantaran DPRD tak bagi rata.

"Waktu itu saya sampaikan. Karena memang sudah selesai, tapi enggak qorum-qorum. Di tengah frustasi saya, kok ini enggak beres. Mungkin ini enggak bagi rata, itu sindiran saya," ungkap dia.

Mendengar hal itu, JPU KPK langsung menanyakan maksud dari kalimat 'enggak bagi rata'. Sunny pun langsung menjelaskan.

"Latar belakangnya begini, selama saya bekerja staf gubernur di media dan publik terbentuk opini, kalau bicara pengadahan raperda selalu ada uangnya. Kalau bukti, dengar langsung, enggak ada (saya lihat). Itu frustasi saya di depan pak Sugianto Kusuma," beber Sunny.

Dia pun mengungkapkan, apa yang dimaksud rasa frustasi di depan Aguan. "Frustasi saya, ditanya terus kenapa kok enggak diketok-ketok (Raperda). Kan enggak enak dikejar-kejar," kata Sunny.

Rutin Bertemu Aguan

Selain berkomunikasi, Sunny juga menuturkan sering bertemu rutin dengan Aguan. "Bertemu langsung, bertemu dengan Pak Aguan rutin. Ngundang makan dan ngobrol. Itu rutin," ucap dia.

"Pembicaraannya berbagai macam, termasuk perkembangan properti di Jakarta. Selain itu, Peraturan Raperda ada, tapi enggak banyak. Karena itu teknis sekali," sambung Sunny.

Namun, Sunny menegaskan, pertemuan rutin itu tidak dilakukan dengan Aguan saja, tapi dengan pengembang lain.

"Pertemuan itu rutin, tapi bukan hanya dengan pak Aguan saja, tapi dengan pengembang lain," ucap Sunny.

Bergaya

Di depan Majelis Hakim, Sunny sempat menyampaikan tak menerima gaji sebagai staf Ahok Rp 10 sampai 20 juta. Karena gajinya lebih besar didapatkan, dengan posisinya sebagai general manager di Rajawali Corporation.

Sunny mengaku melakukan hal itu hanya untuk bergaya saja. "Itu kan cuma sok-sokan," ucap dia usai persidangan.

Namun, saat ditanya terkait gaji menjadi general manager, Sunny enggan mengungkapkannya.
"Enggak enaklah," ucap dia.

Dalam persidangan, Sunny sempat membeberkan jumlah gaji sebagai staf Ahok, yakni kurang lebih Rp 10 juta sampai Rp 20 juta. Kendati, dia mengklaim tak pernah digaji atau pun menerima gaji dari Ahok.

"Total staf seingat saya itu ada 15 orang. Kalau saya tidak digaji dari pak gubernur. Staf yang lain, digaji dari operasional gubernur," tutur Sunny.

Menurut Sunny, dia tak mau digaji lantaran tak ingin menyusahkan Ahok dan gaji staf dipandangnya, dibandingkan dengan posisinya sekarang menjadi General Manajer Rajawali Corporation.

"Saya digaji karena jadi GM Rajawali. Gaji (staf) tak seberapa. Jadi enggak apa-apa (enggak digaji). Dibandingan dengan gaji di tempat profesional, jauh," ungkap Sunny.