Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok betul-betul geram dengan ulah anak buahnya. Kendati merasa sudah bersikap tegas dan keras selama ini, tetap saja ada yang mencoba mencari kesempatan mengeruk keuntungan.
Kali ini, bukan uang proyek atau rumah susun yang menjadi puncak kemarahan Ahok, melainkan lahan pemakaman. Mantan Bupati Belitung Timur ini marah bukan main karena ada anak buahnya yang memperjualbelikan tanah pemakaman.
"Laporan ke saya sehari ada dapat 80 makam fiktif. Pada dipasangin batu nisan bohong-bohongan," kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Jumat 22 Juli lalu.
Advertisement
Biasanya, makam-makam yang akan dijual itu tampak seperti makam biasa, ada gundukan tanah dan nisan. Namun, sebenarnya makam itu kosong dan menunggu calon peminat. Karena itulah kemudian cara culas ini disebut sebagai makam fiktif.
"Jadi ada oknum nakal. Makam-makam itu dikasih nisan, kalau ada yang mau bayar Rp 10 juta digali," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Sabtu 23 Juli 2016.
Kabar ini ternyata bukan fiktif seperti makamnya. Hal ini terbukti dari langkah Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Timur yang menelusuri 30 Taman Pemakaman Umum (TPU) di Jakarta Timur untuk mencari keberadaan makam fiktif.
Dari empat TPU yang sudah disisir, ditemukan sebanyak 39 kuburan palsu.
Kepala Suku Dinas (Sudin) Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Timur Christian Tamora Hutagalung mengatakan, empat TPU yang sudah ditelusuri dan akhirnya ditemukan makam fiktif adalah TPU Pondok Ranggon, TPU Pondok Kelapa, TPU Penggilingan, dan TPU Utan Kayu.
"Dari empat makam itu baru 39 makam fiktif yang kita temukan. Saya tidak mengatakan 39 ini akan close. Ini masih terus kita identifikasi," ujar Christian di TPU Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, Senin 25 Juli 2016.
Dia menjelaskan, empat pemakaman itu masuk dalam 10 TPU terbesar di Jakarta Timur. Dengan total adanya 30 TPU, maka jumlah keberadaan makam fiktif kemungkinan bisa bertambah.
"Ada 30 TPU di Jakarta Timur. Kita masih berlanjut. Nanti tetap kita jelajahi seperti ini," ujar Christian.
Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Timur pun sudah menemukan 28 makam yang terindikasi fiktif di TPU Pondok Ranggon. Puluhan makam tersebut segera dibongkar oleh petugas.
Â
Modus dan Pelaku
Salah satu petugas makam di TPU Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, Minar (51), menceritakan praktik pembelian makam palsu di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Pembelian tersebut ternyata melibatkan mantan PNS DKI berinisial S, yang dulu sempat menjadi pengurus di TPU tersebut.
"Pembelinya warga inisial BS. Itu (belinya) sejak 2013 sama Pak S. Pak S itu PNS sini dulu. Sekarang sudah meninggal," kata Minar di TPU Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, Senin 25 Juli 2016.
BS disebut membeli dua makam di bagian depan TPU Pondok Ranggon seharga Rp 7,5 juta. Minar mengaku tidak tahu-menahu bagaimana proses pembayaran dari transaksi makam itu. Dia pun baru mengingat kejadian itu setelah pihak sudin melakukan investigasi mendalam terkait makam fiktif di TPU Pondok Ranggon.
"Orang di sini (pengurus makam) kan bukan puluhan, tapi ratusan. Kerjaan saya kan bukan ngawasi orang, tapi ngurusin makam," jelas pria yang telah bekerja sebagai penggali kubur di TPU Pondok Ranggon sejak 1987.
Dia membantah menerima uang pembelian makam. Malahan, Minar membantu menunjukkan kepada pihak TPU, empat di antara 28 temuan makam fiktif di TPU Pondok Ranggon. Empat makam fiktif itu dulunya adalah sebuah jalan. Tapi tiba-tiba menjadi gundukan berbentuk petakan makam yang ternyata fiktif.
Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta tidak menutup mata adanya praktik jual beli makam fiktif di Jakarta. Bahkan pihaknya juga sudah mengetahui modus yang digunakan pelaku
"Ada oknum yang sudah mengkavling tanah pemakaman seakan ini penguasaan gue," kata Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Djafar Muchlisin saat berbincang dengan Liputan6.com, Senin 25 Juli 2016.
Mereka, lanjut dia, adalah non-PHL (pegawai harian lepas) dan non-PNS (pegawai negeri sipil). "Artinya masyarakat yang ikut mencari nafkah di situ, perawat makam," kata Djafar.
Pihaknya masih terus menelusuri dugaan makam-makam fiktif di kompleks pemakaman di Ibu Kota.
Hasil sementara yang didapatkan dinas tersebut terdapat 10 makam fiktif di TPU Petamburan. Sementara jumlah mencengangakan didapat pihaknya di TPU Tegal Alur, Jakarta Barat.
"Sementara ditemukan ada 160 makam. Nanti kita akan kembangkan lagi untuk wilayah lainnya," kata Djafar.
Modus lainnya adalah dengan memesan lahan pemakaman oleh warga kepada para pekerja di kompleks pemakaman.
Â
Advertisement
Cara Mengenali Makam Fiktif
Untuk mengetahui sebuah makam sebenarnya fiktif atau tidak, ternyata ada cara tersendiri untuk mengenali.
Kepala Sudin Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Timur, Christian Tamora Hutagalung, misalnya, mengatakan untuk di TPU Pondok Ranggon ada sejumlah perbedaan antara makam fiktif dengan makam asli yang ada di sana.
Pertama, makam fiktif yang sudah diidentifikasi di TPU Pondok Ranggon rata-rata tidak memiliki batu nisan di atas tanah kuburnya. Sementara gundukan tanah jelas tampak menyembul, sesuai dengan ukuran makam asli yang ada.
"Di sini itu makamnya yang fiktif terdapat gundukan tanahnya, tapi tidak ada nisan. Atau ada nisannya, tapi tidak ada gundukan," tutur Christian di TPU Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, Selasa 26 Juli kemarin.
Kedua, rumput di sejumlah makam fiktif di TPU Pondok Ranggon tampak kurang terawat. Rumput tampak tebal dan tidak seimbang ukurannya.
"Makam fiktif juga beberapa rumputnya enggak keurus. Enggak rapi seperti yang lain. Ini mudah jadi penelusurannya. Langsung bongkar," jelas Christian.
Selain tampak fisik dari makam fiktif, pihaknya juga memeriksa kepadatan tanah di kuburan yang diidentifikasi palsu. Mereka menggunakan teralis besi yang dibentuk khusus untuk mengukur kedalaman tanah, dengan panjang sekitar 1,5 meter.
Untuk makam asli, jika ditusuk menggunakan besi itu, maka akan mudah melesak ke dalam tanah karena ada rongga tempat jenazah dimakamkan. Sementara makam fiktif, akan terasa keras dan sulit besi sulit untuk dimasukkan.
"Kita juga cek pakai besi panjang ini. Kalau ditusuk keras atau sampai besinya bengkok, berarti fiktif. Tapi kalau besinya masuk dalam berarti benar ada makamnya. Ada lubang di dalam," terang dia.
Terakhir, makam fiktif dapat dilacak secara administratif. Kuburan yang dicurigai palsu diperiksa Izin Penggunaan Tanah Makam (IPTM)-nya. Kemudian, ahli waris makam akan dihubungi untuk memastikan benar tidaknya keberadaan lahan kubur tersebut.
"Kalau ahli warisnya bilang ada, berarti clear. Kalau kita tanya ahli warisnya benar enggak ada keluarga bapak dimakamkan di sini, di blok A misalnya, terus dia bilang bukan, berarti kita eksekusi," pungkas Christian.
Â
Tarif Resmi Makam
Kendati sudah mengetahui motif dan pelaku yang bermain dalam memasarkan makam fiktif tersebut, Pemprov DKI Jakarta tetap sulit untuk menjerat mereka secara hukum.
Menurut Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Djafar Muchlisin, pihaknya tidak bisa mempidanakan praktik jual-beli makam fiktif. Karena terkait pengelolaan makam diatur di dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2007. Artinya, sanksi yang diberikan pemerintah yaitu berupa sanksi Tindak Pidana Ringan (Tipiring).
"Tapi kalau soal pidana kita akan telusuri dugaan pemerasan ke warga oleh petugas pemakaman," kata Djafar.
Warga yang pernah merogoh kocek dalam atau di luar biaya yang sudah ditetapkan untuk mengurus pemakaman keluarganya serta merasa dirugikan, lanjut dia, dapat melapor ke Dinas Pertamanan dan Pemakaman.
"Bagi masyarakat yang dirugikan kita akan urus ke kepolisian," ujar Djafar.
Sementara bagi warga lainnya, diharapkan untuk memesan makam dengan cara yang disarankan. Yaitu lewat jalur resmi dan membayar sesuai tarif yang sudah ditentukan. Adapun biaya pemakaman resmi yang dipatok pemerintah tidak lebih dari Rp 100 ribu.
Ada empat tarif pemakaman yang dikenakan untuk warga. Untuk Blok AA I biaya yang dikutip Rp 100 ribu, Blok AA II Rp 80 ribu, Blok A I Rp 60 ribu, dan A II Rp 40 ribu.
Sementara untuk biaya gali-tutup lubang, listrik, pengeras suara pihak ahli waris dibebankan kepada pengelola TPU.
Pembayaran pun dilakukan secara online melalui Bank DKI. Caranya, ahli waris mendatangi kelurahan setempat dengan membawa surat keterangan kematian dari RT/RW. Nah, setelah itu ahli waris tersebut diminta membayarkan ke Bank DKI yang ada di setiap kantor kelurahan.
Jadi, jika ada cara yang lebih mudah dan murah, kenapa mencari yang sulit dan menguras kantong?
Â
Advertisement