Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung mengeksekusi empat terpidana mati di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, dinihari tadi. Seorang rohaniwan menceritakan aktivitas para terpidana mati jelang eksekusi jilid III.
Menurut dia, para terpidana mati saling berbagi di hari-hari sebelum menghadap regu tembak.
"Karena kan di Nusakambangan terpidana mati bukan hanya dia. Bahkan, mereka saling berbicara saling berdiskusi tentang kasus-kasus hukum masing-masing," ujar Rina, rohaniwan Yayasan Gita Eklesia, pendamping salah satu terpidana mati Seck Osmane, di Rumah Duka St Carolus, Jakarta, Jumat (29/7/2016).
Menurut dia, mereka membahas soal pengajuan grasi. Terlebih, beberapa di antaranya telah ditolak permohonan grasinya. Seck Osmane sendiri menilai perlakuan pemerintah Indonesia tidak adil.
"Sebagian dari mereka kan sudah ada yang grasinya ditolak. Bahkan getun (menyesalkan) berkali-kali ditolak. Tapi kenapa dia (Seck Osmane) yang masuk eksekusi tadi malam, yang belum diberi kesempatan mengajukan grasi. Padahal, grasinya sudah didaftarkan oleh pengacaranya," kata Rina.
Rina tersebut pun mengaku bangga terhadap Seck yang tegar dalam menghadapi hukuman mati. Seck, kata dia, Seck luar biasa siap menghadapi eksekusi mati.
"Osmane sangat luar biasa dan saya sangat bangga menjadi pendamping rohaninya. Osmane sangat siap menghadapi eksekusi mati. Walaupun sebelumnya dia merasakan banyak ketidakadilan," tutur Rina.
Dia mengungkapkan hanya ada satu luka tembak di tubuh Seck. Luka itu berada di bagian dada. Ini sesuai dengan bunyi letusan senjata yang didengarnya.
"Saya cuma dengar satu kali tembak," ujar Rina.
Dia sendiri tidak setuju dengan hukuman mati. Saat mendampingi Seck di Nusakambangan, dia tidak bisa tidur selama tiga hari berturut-turut.
"Karena saya kalau ditanya, saya salah seorang yang menentang hukuman mati. Karena saya pastor, saya yakin hidup mati manusia ada di tangan Tuhan. Maka kita dilarang membunuh dan bunuh diri," ucap Rina. (Linus Sandi Satya)
Kisah Rohaniwan Menemani Terpidana Mati di Saat-Saat Terakhir
Rohaniwan menceritakan aktivitas terpidana mati jelang eksekusi. Dia tak bisa tidur selama tiga hari saat mendampingi terpidana mati.
Advertisement