Sukses

Penjelasan Kejagung soal Penundaan Eksekusi 10 Terpidana Mati

Kejaksaan Agung tidak secara tegas membantah jika penundaan itu berkaitan dengan surat terbuka yang dibuat mantan Presiden BJ Habibie.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah melaksanakan eksekusi mati jilid III di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat 29 Juli 2016. Namun, dari total 14 terpidana mati, hanya empat yang dieksekusi malam itu.

Kejaksaan Agung akhirnya mengungkap alasan penundaan eksekusi 10 terpidana mati tersebut.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Noor Rahmad hanya mengatakan ada banyak ‎faktor yang membuat 10 terpidana mati itu ditunda eksekusinya. Alasan itu yakni aspek yuridis dan nonyuridis.

"‎Yang jelas banyak faktor yang dipertimbangkan. Sekali lagi, itu bukan tidak dieksekusi ya. Itu penundaan ya," ujar Noor di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (2/8/2016).

Menurut dia, faktor yuridis yakni masih ada upaya hukum yang diajukan dari terpidana tersebut.

Sementara faktor nonyuridis, konteksnya di luar persoalan hukum. Salah satunya, karena masukan dari sejumlah elemen masyarakat.

"‎Namanya juga kita hidup bermasyarakat, harus mendengarkan aspirasi masyarakat. Dari aspirasi keadilan seperti apa, masyarakat seperti apa. Ya kita seperti itulah," terang Noor.

Namun, dia tidak secara tegas membantah jika penundaan itu berkaitan dengan surat terbuka yang dibuat mantan Presiden BJ Habibie.

"Semua elemen masyarakat yang membuat laporan ke kami, tentu kami perhatikan siapa pun. Terlebih orang yang memberikan itu merupakan orang yang memang harus didengar. Orang-orang yang menurut hikmat kita semua adalah yang patut didengar informasinya," tutur Noor.

Sementara itu, dia membantah jika tertundanya eksekusi mati untuk 10 terpidana yang tersisa, lantaran ada intervensi dari pemerintah pusat.

Eksekusi 4 Terpidana

Terkait empat terpidana mati lainnya, dia mengatakan tidak ada alasan yang membuat Kejaksaan menunda eksekusinya. Apalagi secara yuridis, seluruh hak-hak hukum keempat terpidana itu sudah digunakan.

"Jika orang itu sudah dijatuhi pidana dan sudah berkekuatan (hukum) tetap, tentu bisa dilaksanakan (eksekusi mati)," ucap Noor.

Tentunya, lanjut dia, pelaksanaan eksekusi mati harus melihat Undang-Undang Nomor 2/Pnps/1994, Perpres Nomor 2 Tahun 1964 tentang Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum dan militer.