Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan enam aturan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi umum, yang dipesan menggunakan aplikasi. Atau yang lebih akrab dengan sebutan taksi 'online'.
Namun, praktik di lapangan masih banyak yang belum mampu dipenuhi para pemilik transportasi berbasis aplikasi itu. Mereka mengeluhkan aturan untuk uji kelayakan kendaraan atau KIR, karena mengurangi pendapatan mereka.
"Bah, kalau udah macam itu, berhenti sajalah narik," ujar pengemudi taksi online yang enggan menyebutkan namanya itu kepada Liputan6.com, Selasa (2/8/2016).
Pengemudi taksi online itu mempermasalahkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 32 Tahun 2016, yang mengatur tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek.
Mereka semakin cemas, sebab masa sosialisasi Permen itu bakal berakhir bulan ini. Namun, hingga kini, para pemilik taksi online banyak yang belum memenuhi aturan itu.
Permen yang disahkan pada 28 Maret 2016 itu mengatur mengenai penyelenggaraan angkutan umum, dengan aplikasi berbasis teknologi informasi.
Di antara aturan itu menyebutkan para pengemudi dan pemilik kendaraan harus lulus uji KIR. Seorang pengemudi taksi online mengaku belum ada instruksi dan perintah dari perusahaannya untuk uji kendaraan.
Padahal, tidak lama lagi masa sosialisasi peraturan tersebut akan berakhir pada Agustus ini. "Belum ada instruksi dari atas, kita kalau disuruh ya pasti ikut. Nanti kalau uji sendiri-sendiri bisa bermasalah, kan ini mobil pribadi," kata dia.
Para pengemudi taksi online merasa lebih untung jika tak ada uji kendaraan. Jika sudah uji KIR, maka sudah serupa dengan angkutan umum dan tentunya tak lagi bisa menjadi kerja sampingan.
"Ini kan kerja sampingan, bukan benar-benar jadi sopir angkutan umum. Kalau begitu (uji KIR dan aturan baru) lebih baik saya kembali jadi sopir Mikrolet aja, sama aja kan?" lanjut dia.
Kalau untuk keselamatan penumpang, surat izin mengemudi (SIM), dan aturan lainnya, dia memang setuju. Hanya saja, KIR yang akan diterapkan bakal membuatnya merugi.
"Pengalaman saya kalau udah uji KIR, harga mobilnya akan jatuh dan murah. Nah, kalau begitu mending saya narik Mikrolet lagi. Ini mobil saya pribadi, uang hasil narik Mikrolet selama 20 tahun," kata pria asal Medan itu.
Taksi online ini umumnya telah beroperasi di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
Sebelum ada Permen Nomor 32 Tahun 2016, aturan untuk angkutan umum diatur dengan KM 35 Tahun 2003 tentang penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum. Permen ini baru akan berlaku 1 September 2016.
Advertisement
Enam Poin
Â
Sebagaimana dihimpun Liputan6.com, ada enam poin yang diatur dalam Permen Nomor 32 Tahun 2016:
1. Taksi Online Diperbolehkan
Dalam Pasal 40, pemerintah mengizinkan perusahaan angkutan umum menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi, untuk memudahkan pemesanan pelayanan jasa angkutan orang tidak dalam trayek. Artinya, taksi online tidak melanggar peraturan.
Pemerintah juga memberikan izin kepada perusahaan angkutan umum, untuk menggunakan mekanisme pembayaran secara tunai maupun menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi.
2. Berbadan Hukum
Dalam Pasal 42 disebutkan bahwa perusahaan atau penyedia aplikasi, wajib memiliki usaha di bidang penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek harus mengikuti ketentuan di bidang pengusahaan angkutan umum, atau sesuai Pasal 21, 22, dan 23.
Di antaranya, memiliki izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek dan berbentuk badan hukum Indonesia dalam bentuk BUMN, BUMD, perseroan terbatas, dan koperasi.
3. Jumlah Minimal Kendaraan
Dalam Pasal 23 disebutkan, perusahaan angkutan umum harus memiliki paling sedikit lima kendaraan yang dibuktikan dengan STNK atas nama perusahaan dan surat tanda bukti lulus uji berkala kendaraan bermotor.
Bukan hanya itu, perusahaan taksi online juga wajib memiliki pool, bengkel, serta mempekerjakan sopir yang memiliki SIM.
4. Dilarang Menentukan Tarif
Hal lain yang diatur dalam Permen ini adalah perusahaan penyedia aplikasi, tidak boleh bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum.
Dengan demikian, penyedia aplikasi dilarang menetapkan tarif dan memungut bayaran, merekrut pengemudi, serta menentukan besaran penghasilan pengemudi.
5. Pembayaran Sesuai UU ITE
Disebutkan, tata cara penggunanan aplikasi berbasis teknologi informasi wajib mengikuti ketentuan di bidang informasi, dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
6. Akses Monitoring Pelayanan
Seperti kendaraan umum lain, perusahaan penyedia aplikasi juga diwajibkan memberikan akses monitoring pelayanan. Beberapa hal yang harus disediakan di antaranya data semua perusahaan angkutan umum yang bekerja sama, data kendaraan dan pengemudi, alamat serta nomor telepon kantornya sendiri.
Advertisement