Sukses

Jaksa Beber BBM Kajati DKI dengan Marudut di Kasus PT Brantas

Sudung mengaku, pertemuannya dengan Marudut itu hanya sebentar. Sebab, dia hendak rapat.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Sudung Situmorang jadi saksi persidangan terdakwa dugaan suap Marudut Pakpahan dan dua pejabat PT Brantas Abipraya (BA), Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno di Pengadilan Tipikor, Rabu, 4 Agustus kemarin.

Dalam sidang ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan isi percakapan Blackberry Messenger (BBM) antara Sudung dan Marudut.

Awalnya, Marudut diketahui menemui‎ Sudung pada 23 Maret 2016. Kedatangannya terkait kasus PT Brantas Abipraya yang berperkara di Kejati DKI. Kemudian pada 31 Maret 2016 sedianya Marudut kembali ingin menemui Sudung.

Sebelum menemui Sudung, Marudut mengirim pesan BBM. Dia menanyakan keberadaan Sudung apakah di kantornya di Kejati DKI atau tidak.

"Pagi bang ada di kantor?" tanya Marudut sebagaimana pesan BBM yang dibeberkan Jaksa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/8/2016). Sudung menjawab, "Yesss (iya)."

Namun, Sudung memberi informasi kepada Marudut dalam pesan BBM. Informasi yang diberikan Sudung itu sekaligus meminta Marudut agar urung menemuinya hari itu. Pesan BBM itu diutarakan Sudung dalam bahasa Batak.

"Unang to saonari mumdur adong info naso denggan (jangan hari ini, mundur. Ada info yang enggak baik). Hati-hati," ujar Sudung dalam pesan BBM kepada Marudut.

Pada 31 Maret 2016 itu, Marudut diciduk KPK dalam operasi tangkap tangan.‎ Dia dicokok bersama sejumlah orang lainnya karena diduga hendak memberi uang suap kepada pihak Kejati DKI.

Namun, Sudung membantah isi BBM itu. Dia mengaku pada hari itu tengah sakit sehingga tak bisa menemui Marudut.

"Saya BBM, bilang dengan bahasa Batak, jangan datang sekarang, lain waktu. Lihat situasi saya, saya kurang sehat, hati-hati. Saya biasa sapa hati-hati, horas," ucap Sudung.

Perintah Anak Buah

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang diketahui memerintahkan anak buahnya, Tomo Sitepu untuk 'mengurus' perkara‎ PT Brantas Abipraya.

Perintah itu dilaksanakan Tomo yang merupakan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta usai kawannya Sudung, Marudut Pakpahan datang mengadu.

Marudut menemui Sudung pada 23 Maret 2016 di ruang kerjanya Kejati DKI. Marudut saat itu menyampaikan, ada temannya yang dizalimi.

Temannya Marudut yang dimaksud itu adalah petinggi PT BA, Sudi Wantoko. Sudung kemudian memerintahkan Tomo agar 'mengurus' pengaduan Marudut.

"Bro (panggilan ke Tomo), ini Marudut datang, ada kawannya dizalimi. Kalian diskusikan," kata Sudung dalam kesaksiannya dalam sidang terdakwa suap PT BA, Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu 3 Agustus 2016.

Sudung mengaku, pertemuannya dengan Marudut itu hanya sebentar. Sebab, dia hendak rapat.

Kata Sudung, Marudut mengaku tahu ada kasus PT BA setelah menerima surat dari Kejaksaan Agung. "Dari Kejagung perlu ditindaklanjuti penyelidikan," ujar Sudung.

Sudung mengatakan, dirinya mendapat hasil kajian dari para stafnya di Kejati DKI terkait perkara PT BA. Sudung kemudian menandatangani surat perintah penyelidikan terhadap PT BA.‎ Di mana dia mengaku, surat penyelidikan itu ditandatangani sebelum 23 Maret atau sebelum bertemu dengan Marudut.

"Datangnya Marudut kepada saya setelah saya tanda tangan. Saya tanda tangan sebelum tanggal 23‎. Marudut datang tanggal 23," kata Sudung.

Saat menandatangani sprindik, aku Sudung, sudah ada nama potential suspect atas nama Sudi Wantoko. Menurut dia, saat memeroleh surat dari Kejagung, memang sudah ada nama orang yang melakukan perbuatan melawan hukum.

"Iya, karena pengaduan sebut nama orang maka sprinlidik juga sebutkan nama orang," ujar Sudung.

Dalam sprindik itu disebutkan dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan penggunaan keuangan oleh Sudi Wantoko yang merugikan PT BA selaku perusahaan pelat merah sebesar Rp 7 miliar. Kasus ini sekarang sudah naik penyidikan.  

Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) heran di surat perintah penyidikan (sprindik) tidak disebutkan nama orang yang melakukan perbuatan melawan hukum. Sudung pun mengakui soal sprindik yang berbeda dengan sprindik itu.

"Kami membuat sprindik umum, tanpa menyebutkan orangnya. Kalau sudah cukup kuat alat bukti dan ketemu pelakunya, kita buatkan nama tersangka," ujar Sudung.

‎Diketahui, Kejati DKI tengah menangani perkara PT Brantas Abipraya (BA) 2011 silam terkait dugaan penyelewengan anggaran untuk keperluan iklan atau pemasaran. Namun proses hukum yang dilakukan Kejati DKI itu baru dimulai pertengahan Maret 2016.

KPK melakukan OTT pada tiga orang pada Kamis 31 Maret 2016 di sebuah hotel di Cawang, Jakarta Timur, sekitar pukul 09.00 WIB.

Tiga orang yang ditangkap, yakni Sudi Wantoko selaku Direktur Keuangan PT BA dan Dandung Pamularno sebagai Senior Manager PT BA serta seorang swasta bernama Marudut.

KPK kemudian menetapkan Sudi, Dandung, dan Marudut sebagai tersangka. Mereka ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan suap untuk menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi PT BA yang ditangani Kejati DKI Jakarta. Total uang yang disita KPK saat OTT mencapai US$ 148.835.

Kini ketiganya tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Mereka saat ini berstatus sebagai terdakwa pada kasus ini.

Â