Liputan6.com, Jakarta - Jaksa menuntut Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata, Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah Agung, Andri Tristianto Sutrisna dengan pidana penjara 13 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.‎ Pada sidang tuntutan kasus suap ini juga terungkap kalau Andri mengurusi banyak perkara.
Salah satunya, perkara kasasi Nomor 490/K/TUN/2015. Pengurusan itu dilakukan Andri lewat besan mantan Sekretaris MA Nurhadi bernama Taufik.
‎"Pertama Taufik yang merupakan besan dari Nurhadi yang meminta kepada terdakwa memantau perkara di tingkat MA sebagaimana percakapan melalui Whatsapp maupun SMS yaitu perkara Nomor 490/K/TUN/2015," ucap Jaksa Muhammad Burhanuddin dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/8/2016).
Advertisement
Dari hasil penelusuran di website MA, perkara Nomor 490/K/TUN/2015 merupakan perkara sengketa kepengurusan Partai Golkar antara Aburizal Bakrie atau Ical versus Agung Laksono (AL), Zainuddin Amali, serta Menteri Hukum dan HAM.
Amar putusan kasasi yang diajukan Ical itu diputus kabul oleh majelis hakim kasasi yang diketuai Imam Soebechi dan beranggotakan Irfan Fachruddin dan Supandi. Putusan itu diketuk pada 20 Oktober 2015.
Pada persidangan, jaksa juga membeberkan percakapan antara Andri dan Taufik. Dari percakapan pesan singkat itu terungkap, keduanya merencanakan pengurusan kasasi Golkar tersebut.
Chat pada tanggal 29 September 2015, Andri dan Taufik menunjukkan keduanya mulai merencanakan 'permainan' itu.
"Udah bos, (perkara) AL (Agung Laksono) dah ada majelisnya bos," ujar Andri dalam chat tersebut.
"Gimana, AL kita bisa di samping-samping aja?" balas Taufik.
"AL kita main pinggir-pinggir aja bos," jawab Andri.
"Kalo udah ada nomor sepatu pinggiran aku dikabari segera bos," kata Taufik.
"No.490K/TUN/15 bos. Semoga bos dikasih sehat dan urusan kita lancar semua. Amin. Semoga main pinggiran kita lancar," ujar Andri.
"Insya Allah. Kalau sudah bisa mulai kabari aku. Nanti aku kontak yang bersangkutan," kata Taufik.
"Ya bos. sudah kita mulai hari ini. Itu nomor kita dapat duluan," ucap Andri.
Lalu pada 6 Oktober 2015 Andri kembali mengirim pesan kepada Taufik. Dia mengabari kalau perkara kasasi Golkar sudah mulai 'bergerak'. Andri juga menyebut siapa ketua dan anggota majelis hakim kasasinya.
"Bos untuk AL dah bergerak ya. anggotanya Irvan-Supandi-Imam (kepala Suku)," kata Andri.
Dua hari kemudian, tepatnya 8 Oktober 2015, Andri kembali mengabari Taufik soal persiapan sidang yang akan dimulai minggu depan.
"Bos, AL minggu depan persiapan sidang," tulis Andri.
‎Adapun, perkara Golkar ini pada tingkat pertama, di PTUN, Ical memenangkan gugatan itu. Namun, di tingkat banding di PTTUN, gantian kubu Ical yang kalah. Baru pada tingkat kasasi kubu Ical kembali menang dan putusan kasasi telah berkekuatan hukum tetap alias inkracht.
Semua bermula ketika Andri Tristianto Sutrisna didakwa menerima suap sebesar Rp 400 juta dari pihak yang sedang berperkara di MA. Uang sebesar Rp 400 juta tersebut diberikan agar Andri mengusahakan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi atas nama Ichsan Suaidi dalam perkara korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur.
Penundaan ditujukan agar Ichsan tidak segera dieksekusi oleh jaksa untuk menjalani hukuman. Selain itu, agar pihak Ichsan memiliki waktu untuk mempersiapkan memori pengajuan peninjauan kembali (PK).
Kasus ini berawal ketika Awang Lazuardi Embat yang merupakan pengacara Ichsan menghubungi Andri yang menjabat Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata, Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata MA. Awang mengontak Andri untuk meminta informasi terkait perkara kasasi Ichsan. Pada pembicaraan tersebut, Awang yang sudah kenal dengan Andri meminta agar pengiriman salinan putusan kasasi ditunda.
Selain menerima suap, Andri didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 500 juta. Pemberian uang Rp 500 juta tersebut diberikan oleh Asep Ruhiat, seorang pengacara di Pekanbaru. Asep menyampaikan kepada Andri, ia sedang menangani beberapa perkara di tingkat kasasi atau peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung.
Atas perbuatannya, Andri didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.‎