Liputan6.com, Jakarta - Mantan Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen (Purn) Benny Jozua Mamoto menyayangkan sikap Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Haris Azhar. Sebab, Haris baru mengungkap testimoni Freddy Budiman setelah gembong narkoba itu dieksekusi mati.
Padahal, menurut Benny, testimoni Freddy Budiman itu adalah momentum penting untuk mengungkap jaringan narkoba lebih besar lagi.
Baca Juga
"Karena itu saya katakan, sangat disayangkan momentum itu lewat karena Freddy mati," ucap Benny saat diskusi bertajuk 'Hitam Putih Pemberantasan Narkoba' di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/8/2016).
Advertisement
Purnawirawan bintang dua Polri itu sudah membayangkan, andai saja Haris berpikir lebih baik dan mengungkapkan semua itu lebih awal. Segala informasi yang muncul langsung bisa dikonfirmasi kepada Freddy Budiman.
"Saya bayangkan bahwa ketika Haris mengungkap seminggu saja sebelum eksekusi Freddy, pasti tidak akan segaduh ini," ujar Benny.
Bila hal itu dilakukan, imbuh dia, tidak akan sulit bagi petugas. Tim investigasi internal dari setiap institusi dapat dengan mudah mengonfirmasi segala informasi kepada Freddy.
"Langsung diperiksa. Mungkin masih hidup dengan mudah, tim turun telusuri siapa. Dalam tiga sampai empat hari sudah terungkap jaringan ini. Sayang sekali," Benny menandaskan.
Koordinator Kontras Haris Azhar sebelumnya mengunggah tulisan berjudul 'Cerita Busuk dari seorang Bandit: Kesaksian Bertemu Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan (2014)' ke media sosial.
Tulisan itu berisi curhatan terpidana mati kasus narkoba, Freddy Budiman, yang telah dieksekusi Kejaksaan Agung di Nuskambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada Jumat 29 Juli 2016.
Kepada Haris, Freddy Budiman mengaku telah memberikan uang ratusan miliar rupiah kepada penegak hukum, untuk melancarkan bisnis haramnya di Tanah Air.
Hariz Azhar kemudian dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh tiga institusi penegak hukum. Tiga instansi tersebut, yakni TNI, Polri, dan BNN.