Liputan6.com, Jakarta - Langkah penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Pusat mempertemukan M (17), siswi SMK, dengan tiga pegawai negeri sipil (PNS) Pemerintah Kota Jakarta Pusat (Pemkot Jakpus), dikritik Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto.Â
Menurut dia, konfrontasi keterangan tiga PNS itu dengan siswi magang yang diduga menjadi korban pencabulan itu tidak seharusnya dilakukan. Hal ini mengingat siswi SMK tersebut masih berusia di bawah umur.
Baca Juga
Ia khawatir pertemuan terduga korban dan terduga pelaku akan membuka luka dan trauma lama siswi magang tersebut. Hal itu akan berpengaruh buruk terhadap kondisi psikologinya. Mengutip Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, proses hukum harus mengutamakan hal yang terbaik untuk si anak.
Advertisement
"Hemat saya, kurang tepat anak dikonfrontir dengan terduga pelaku. Konfrontasi, meski niatnya baik, namun perlu memperhatikan kondisi psikologis korban," ucap Susanto saat dihubungi, Selasa 9 Agustus 2016.
"Penyidik wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Artinya semangat menemukan pelaku itu positif, tapi, penting juga dipertimbangkan aspek psikologis anak," kata dia.
Susanto mengesankan langkah konfrontasi keterangan tersebut sebagai tindakan yang bertujuan baik, tapi akhirnya negatif karena mengesampingkan perasaan si anak. "Cari cara lain proses identifikasinya itu, jangan sampai niat baik, tapi tidak berpihak pada korban yang anak," Ketua KPAI itu menandaskan.
Adapun Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono menilai konfrontasi yang dilakukan penyidik terhadap M dan tiga PNS yang dituding pencabul A (sebelumnya ditulis H), Y, dan S sah-sah saja. Mengingat data dan barang bukti yang dianalisis polisi tidak mendukung laporan tersebut.
Hasil Visum
"Wajar-wajar saja ah. Kan kita mau mencari penyesuaiannya karena selama penyelidikan keterangan saksi pelapor dan saksi-saksi lainnya, tidak sesuai. Begitupun bukti visum dan data-data di lapangan," Awi menjelaskan.
Ia menambahkan, salah satu alat bukti yang tidak menguatkan laporan M adalah hasil visum siswi magang tersebut, yang berisi tidak adanya luka atau robekan baru di selaput alat kelamin M.
Pemeriksaan laboratorium pun menunjukkan tidak ada cairan sperma di kemaluan dan pakaian M. Serta, tidak ada tanda-tanda kekerasan baik seksual maupun fisik.
"Intinya hasil visum itu tiga poin tadi. Kami tidak mungkin memproses orang secara hukum jika tak ada buktinya. Itu namanya fitnah. Kami mengonfrontir untuk mencari fakta-faktanya," Kabid Humas Polda Metro Jaya itu memungkasi.