Liputan6.com, Jakarta - Pemuda berkewarganegaraan Malaysia berinisial WYC (18) berurusan dengan polisi, lantaran menggunakan kartu kredit yang berisi data orang lain alias palsu. Ada sembilan kartu kredit fiktif yang dikuasainya untuk membeli tiket pesawat penerbangan internasional semisal Jakarta-Jepang, Jakarta-Singapura, dan rute lainnya dengan total transaksi Rp 111 juta.
"Asosiasi kartu kredit melakukan monitoring tanggal 7 Agustus lalu dan sebelumnya berkaitan dengan pemalsuan kartu kredit bahwa ada transaksi kartu kredit mencurigakan di sebuah agen travel di kawasan Jakarta Pusat," ucap Kasubdit Fiskal, Moneter dan Devisa (Fismondev) Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya AKBP Teguh Wibowo di kantornya, Jakarta, Kamis 11 Agustus 2016.
Baca Juga
Berdasarkan informasi Asosiasi Kartu Kredit, Tim Subdit Fiskal, Moneter, dan Devisa (Fismondev) kemudian melakukan profiling terhadap orang yang diduga menggunakan sembilan kartu kredit tersebut. Polisi kemudian meringkus warga Malaysia itu saat berada di kantor agen perjalanan yang dimaksud.
Advertisement
Ketika itu, WYC berniat mengubah jadwal perjalanan tiket yang telah dibelinya. "Tiket tersebut diduga akan dijual lagi sama dia," ujar Teguh.
Benar saja, nomor yang tertera di fisik kartu kredit WYC, menyimpan data transaksi keuangan yang berbeda setelah dicocokkan dengan data salah satu bank swasta. "Dia mengaku bukan otaknya, dia disuruh seseorang berinisial NY, WNA (warga negara asing) Malaysia untuk datang tanggal 7 Agustus (2016) ke Indonesia dan membeli tiket pesawat," ia menambahkan.
Teguh mengatakan pula, pemilik data kartu kredit sebenarnya adalah warga Malaysia dan sindikat pemalsu kartu kredit ini sengaja menguras habis uang mereka di Indonesia agar tidak terlacak oleh polisi Malaysia.
"Ini jaringan, pengakuan WYC yang menyuruhnya itu NY, dia ada di Malaysia dan diduga data-data nasabah diperoleh di Malaysia juga. Jadi WYC ini hanya disuruh menggunakan kartu kreditnya saja," Teguh memaparkan.
WYC dijerat Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dengan ancaman penjara maksimal empat tahun dan atau Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan dengan ancaman penjara maksimal enam tahun.