Liputan6.com, Surabaya - Walau dinilai lawan sepadan bagi Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Tri Rismaharini belum dipastikan bakal maju bertarung di Pilkada DKI Jakarta 2017. Wali Kota Surabaya ini mengaku belum mendapatkan surat dari Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri terkait pertarungan kursi DKI 1.
Wali kota yang akrab disapa Risma itu bahkan menyatakan jabatan gubernur itu sangat sulit. Dan jika boleh memilih, ia tetap ingin menjadi Wali Kota Surabaya. Tapi terlepas dari itu, dia menyerahkan semuanya kepada takdir Tuhan.
"Belum ada kabar dari Ibu Mega. Sehari ini saya menyiapkan acara cross culture dan jadwalku hari ini penuh sampai malam nanti. Jadi tidak ada kabar seperti itu, aku juga tidak kepikiran jadi gubernur," ucap Risma di Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Minggu 14 Agustus 2016.
Advertisement
Saat disinggung warga Surabaya yang mendukung dia maju Pilkada DKI Jakarta, Risma malah menjawab, "Siapa yang mendukung aku? Kamu mau mengusir aku ya, jangan diusir opo'o rek rek," kata dia.
Risma menyatakan, sejumlah temannya juga meminta untuk maju jadi gubernur Jawa Timur, tapi Risma menegaskan wilayah Jawa Timur itu luas.
"Sampai ke pucuk gunung seperti Pacitan dan saya tidak bisa menyentuh daerah itu maka apa artinya saya sebagai gubernur," ujar dia.
"Jadi tidak mudah jadi gubernur itu, kalau orang di sekitar saya pasti percaya sekali dengan apa yang sudah saya ucapkan," Risma menekankan.
Risma memang boleh berkata demikian. Yang terang, dukungan wali kota ini maju bertarung di Pilkada DKI Jakarta kian deras, terutama dari tujuh partai politik di Koalisi Kekeluargaan.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), misalnya, ingin Jakarta dipimpin oleh orang terbaik. Tapi, pemimpin terbaik tidak akan bisa terbukti bila tidak mendapat lawan yang sepadan saat berkompetisi.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu dan Pilkada PKS Agun Setiarto menjelaskan, sebagai Ibu Kota, sudah sepantasnya Jakarta dipimpin oleh gubernur terbaik.
Agun menilai, Ahok tak bisa mengklaim dirinya menjadi yang terbaik sebelum mendapatkan lawan yang sepadan. Masyarakat pun juga bisa menilai siapa sesungguhnya sosok terbaik yang bisa memimpin Jakarta.
"Harus ada lawan tanding seimbang kalau tidak, tidak bisa jadi yang terbaik," ujar Agun saat diskusi bertajuk "Tensi Tinggi Pilkada DKI" di Cikini, Jakarta, Sabtu 13 Agustus 2016.
PKS menilai, sosok paling tepat untuk menantang Ahok adalah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. "DKI akan menjadi baik ketika memunculkan Bu Risma di Pilkada DKI Jakarta," ujar Agun.
Semakin Menolak, Semakin Seksi
Tekad PKS membawa Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ke Jakarta rupanya sangat kuat. Bahkan, PKS siap menjadi kendaraan Risma bila PDIP nantinya menjatuhkan pilihan ke Ahok.
"Kita siap jadi kendaraannya. Artinya memang bu Risma sangat diinginkan warga Jakarta dan dalam beberapa survei juga memperlihatkan ada kenaikan," kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu dan Pilkada PKS Agun Setiarso saat diskusi bertajuk "Tensi Tinggi Pilkada DKI" di Cikini, Jakarta, Sabtu 13 Agustus 2016.
PKS memilih Risma bukan tanpa alasan. Selain menjadi partai pendukung di Surabaya, sosok Risma dinilai cukup mengimbangi figur calon incumbent atau petahana yang ada saat ini.
"Semakin bu Risma menolak semakin seksi, semakin mahal harganya, semakin kesengsem kita," ujar Agun.
Pun demikian anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka. Politikus PDIP ini menjagokan Tri Rismaharini melawan calon petahana Ahok.
Perempuan yang kini menjabat sebagai Wali Kota Surabaya itu dinilai merupakan sosok yang pantas memimpin DKI Jakarta lima tahun ke depan. "Menurut saya Ibu Risma adalah salah satu kandidat yang diperhitungkan untuk maju ke DKI 1," kata Rieke di Depok, Jawa Barat, Jumat 12 Agustus 2015.
Walaupun partainya belum mengumumkan bakal calon yang akan maju pada Pilkada DKI Jakarta, namun Rieke siap menjadi juru kampanye dari cagub yang diusung partainya.
"Kalau saya nilai bu Risma bagus. Tapi siapa aja yang diputuskan partai saya siap jadi jurkamnya," anggota Komisi VI DPR itu menegaskan.
Apalagi, Rieke mengungkapkan, selama menjadi Wali Kota Kota Surabaya, Risma selalu mengedepankan pembangunan sumber daya manusia.
Memanasnya Ahok dan Risma
Boleh dibilang, tingkat keterpilihan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta 2017 di berbagai survei sangat kuat. Hampir di tiap survei yang dirilis sejumlah lembaga, Gubernur DKI Jakarta itu selalu menempati urutan atas, jauh meninggalkan pesaingnya. Dia juga didukung oleh tiga parpol yaitu Golkar, Nasdem, dan Hanura.
Kuatnya posisi Ahok itu membuat sejumlah parpol non-Ahok berputar otak mencari kompetitor yang seimbang untuk melawan mantan Bupati Belitung Timur itu. Nama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini kemudian disebut-sebut sebagai sosok yang layak memimpin DKI Jakarta. Risma dinilai memiliki kinerja baik dan etika santun.
Ahok beberapa kali mengungkapkan kesannya dengan kinerja Risma dalam menata Kota Surabaya. Dia juga menuturkan, selama menjadi Gubernur DKI Jakarta, banyak belajar dari Risma dalam memimpin Kota Surabaya. Menurut Ahok, apa yang dilakukan Risma di Surabaya, dia terapkan untuk mengembangkan Jakarta menjadi lebih baik.
Namun, seiring ramainya bursa kandidat Pilkada DKI Jakarta 2017, hubungan keduanya mulai memanas. Apalagi setelah banyak dukungan dari masyarakat dan parpol yang mulai menjagokan Risma sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta.
Advertisement
Deklarasi di Menit Terakhir?
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma tengah berseteru dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Perseteruan bermula lantaran Risma yang juga kader PDIP tak terima wilayah Surabaya disamakan dengan Jakarta Selatan.
Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan, meskipun partainya melakukan rapat internal, namun persoalan Risma-Ahok tak dibahas.
"Perseteruan Risma-Ahok tidak ada pembahasan," kata Hendrawan di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat malam 12 Agustus 2016.
Anggota Komisi XI DPR ini menyampaikan, banyak daerah yang juga akan menggelar Pilkada pada 2017, tidak hanya DKI Jakarta. Untuk itu, persoalan Risma dengan Ahok tak perlu dibesar-besarkan.
"Seolah DKI Jakarta ini magnet, padahal Indonesia tidak hanya DKI," ujar dia.
Hingga saat ini, PDIP belum juga mengumumkan siapa yang akan diusung pada Pilkada DKI Jakarta tahun depan. Hendrawan mengatakan, PDIP biasanya mendeklarasikan jagoannya saat menit-menit akhir pendaftaran.
"PDIP akan bicarakan pada tahapan-tahapan akhir," Hendrawan menandaskan.
Ada 3 Skenario
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, peluang partainya mengusung Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini masih terbuka di Pilkada DKI Jakarta 2017, tergantung kepada dinamika politik.
"Sampai saat ini belum ada keputusan (mengusung Risma). Kemungkinan masih terbuka, ini belum keputusan final karena Jakarta sangat dinamis dan juga akan bergantung dari dinamika politik yang ada," kata Hasto di kediaman Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat 12 Agustus 2016.
Hasto berujar, PDIP tengah mempersiapkan berbagai skenario politik untuk menghadirkan pemimpin yang terbaik bagi seluruh daerah.
Khusus untuk Pilkada DKI, PDIP menyiapkan tiga skenario sebagai pilihan. Pertama, mengusung pasangan petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Djarot Saiful Hidayat untuk kembali maju.
Untuk opsi pertama ini, kata Hasto, membutuhkan kerendahan hati untuk mencermati suara arus bawah. Opsi kedua, mengusung calon gubernur yang telah melalui proses penjaringan di DPD PDIP DKI Jakarta, yang kini telah mengerucut menjadi enam nama.
Opsi ketiga, imbuh Hasto, melahirkan pemimpin alternatif yang merupakan hasil jawaban dari hasil pemetaan politik.
"Tentu saja opsi akan mengerucut dengan dinamika politik yang ada termasuk mempertimbangkan nama-nama figur yang disuarakan publik. Sebagai partai yang memiliki roh kerakyatan, kami terus-menerus merespons positif terhadap aspirasi-aspirasi tersebut," Hasto menekankan.
Kini, publik tentu menanti kandidat yang bakal diusung PDIP untuk bertarung dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.