Sukses

Nurhadi Akui Eddy Sindoro Keluhkan soal Perkara di PN Jakpus

Eks Presiden Direktur Lippo Group, Eddy Sindoro mengeluhkan perkara di PN Jakarta Pusat yang tidak dikirim ke eks Sekretaris MA Nurhadi.

Liputan6.com, Jakarta - Nurhadi Abdurrachman mengakui, eks Presiden Direktur Lippo Group, Eddy Sindoro pernah mengeluhkan soal perkara-perkara perusahaan yang berada di bawah naungan Lippo Group. Hal itu diungkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) tersebut dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap pengajuan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan terdakwa Doddy Aryanto Supeno.

"Pak Eddy mengeluh kenapa perkara-perkara di PN Jakarta Pusat tidak dikirim-kirim," ucap Nurhadi Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/8/2016).

Namun dia membantah mengetahui detail perkara-perkara yang dimaksud. Menurut dia, perkara PK yang diajukan ke MA didaftarkan melalui pengadilan.

"Pengajuan PK sendiri dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tapi saya tidak tahu detail. Karena itu bisa dikirim atau tidak," ujar Nurhadi.

Nurhadi mengelak, jabatannya sebagai Sekretaris MA memiliki tanggung jawab berat. Terutama kepada aparatur peradilan di pengadilan-pengadilan untuk menghindari keluhan atau pengaduan.

"Jadi Sekretaris MA saya punya kewenangan dan tanggung jawab terhadap aparatur untuk menghindari keluhan atau pengaduan. Ini yang kami lakukan," kata Nurhadi.

Dalam kasus dugaan suap pengajuan PK di PN Jakpus ini, Nurhadi Abdurrachman sudah dicegah ke luar negeri bersama dua orang lainnya, yakni Royani yang disebut-sebut sebagai sopir sekaligus ajudan Nurhadi dan Chairman PT Paramount Enterprise International sekaligus eks Presiden Direktur Lippo Group, Eddy Sindoro. Pencegahan dilakukan karena ditengarai kuat eks Sekretaris MA itu dan Eddy serta Royani terlibat dalam kasus ini.

Adapun satu dari dua tersangka kasus ini, yakni Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga, Doddy Aryanto Supeno sudah menjalani sidang di Pengadilan Tipikor sebagai terdakwa. Sementara tersangka lainnya, Panitera/Sekretaris PN Jakpus, Edy Nasution masih menjalani pemeriksaan di KPK untuk pelengkapan berkas.

Sebagai informasi, Doddy didakwa Jaksa memberi suap sebesar Rp 150 juta kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution. Uang suap sebesar Rp150 juta tersebut diberikan agar Edy menunda proses aanmaning atau peringatan eksekusi terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP), dan menerima pendaftaran PK PT Across Asia Limited (AAL). Padahal, waktu pengajuan PK tersebut telah melewati batas yang ditetapkan undang-undang.

Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Doddy telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 65 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam kasus ini, Doddy yang juga Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga itu didakwa melakukan penyuapan secara bersama-sama dengan pegawai PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti, Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Internasional Ervan Adi Nugroho, dan Chairman PT Paramount Enterprise Internasional sekaligus eks Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro.