Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR Herman Hery menilai pengungkapan kasus perdagangan orang (human trafficking) di Indonesia terutama wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) oleh Polri terkesan lambat karena harus melibatkan banyak institusi.
"Saya dalam fungsi pengawasan sebagai DPR akan melihat langkah-langkah tersebut efektif atau tidak, dan akan membantu tugas-tugas Polri sesuai fungsi Komisi lll. Polri selama ini bukan lambat, namun masih belum maksimal karena banyak faktor penghambat," kata Herman saat dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (15/8/2016).
Ia menyebut beberapa lembaga seperti BNP2TKI, Ditjen Imigrasi, Kejaksaan Agung, Pengadilan dan Pemerintah Daerah. Bahkan, aparat lain di tingkat bawah, seperti camat dan kepala desa harus berperan aktif, sehingga tidak bisa hanya bertumpu kepada Polri.
Advertisement
"Kalau bertumpu hanya pada Polri, maka sama dengan mendulang angin," ujar politikus PDIP tersebut.
Herman meminta kepada Polri menggandeng seluruh stakeholder atau pemangku kepentingan untuk mengungkap tuntas kasus perdagangan orang ini. Terutama, untuk wilayah rawan perdagangan orang seperti di Nusa Tenggara Timur.
"NTT nomor 1 (kasus TPPO), makanya saya sangat paham soal TPPO," anggota DPR daerah pemilihan NTT ini menjelaskan.
Ia mengatakan Komisi III DPR, akan melakukan pengawasan terhadap langkah-langkah yang telah diambil. Yakni, memprioritaskan penanganan TPPO di Indonesia, khususnya NTT. Bahkan, saat ini telah dibentuk Satgas khusus TPPO untuk koordinasi dengan stakeholder lainnya.
"Polri belum maksimal, namun saya apresiasi kepada Kapolri dikeluarkan instruksi Kapolri terkait TPPO, yang mana hal tersebut menjadi program prioritas Kapolri," Herman Hery menandaskan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya mengaku kecewa terhadap kasus human trafficking yang terus terjadi di NTT. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini pun memerintahkan Kapolri untuk segera menuntaskan kasus perdagangan manusia di NTT.