Sukses

Koalisi LSM Kecam Ide Pemberian Remisi untuk Terpidana Korupsi

Revisi PP tentang Hak Warga Binaan dianggap itikad Menkumham Yasonna Laoly membela koruptor. Yakni, memberikan remisi kepada napi koruptor.

Liputan6.com, Jakarta - Rencana Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan mendapat tanggapan dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi.

Menurut mereka, Yasonna memiliki itikad buruk dengan mencoba 'membela' koruptor agar mendapat remisi. Sebab, dalam PP 99 itu diatur juga tentang pengetatan pemberian remisi bagi narapidana khusus, seperti korupsi, narkoba, dan terorisme.

"Kami menyimpulkan bahwa ada itikad buruk dari Menkumham Yasonna Laoly yang mencoba menipu rakyat dengan menjual nasib terpidana dan menjual (alasan) over crowded," ucap Julius Iberani, perwakilan Koalisi dari YLBHI, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/8/2016).

Menurut Julius, pihaknya mendapatkan fakta bahwa secara prosedural rencana Revisi PP 99 itu terkesan terburu-buru. Belum lagi substansi rencana revisi yang tidak benar, mulai dari konsiliasi, misalnya mencantumkan Undang-Undang Perlindungan Anak di dalamnya yang dinilai tidak ada kaitannya dengan remisi

"(Revisi) Dipaksakan. Sebelum 17 Agustus ini Revisi PP 99 harus disahkan. Lalu substansi yang mulai dari konsiliasinya sudah tidak benar, misalkan mencantumkan UU Perlindungan anak di situ, padahal jelas tidak ada kaitannya," ujar dia.

Menurut Julius, persoalan sebetulnya mengenai remisi bukan terletak di situ. Alasan Menkumham dalam rencana Revisi PP 99 soal over capacity yang menyebabkan crowded di lembaga pemsyarakatan tak bisa dibenarkan. Sebab, Julius menduga, Yasonna ada niatan agar narapidana korupsi mendapat remisi.

"Kita jelas melihat adanya potongan-potongan syarat bagi koruptor untuk mendapat remisi ini jadi niat utama Menkumham untuk melawan agenda pemberantasan korupsi di negeri ini. Jadi bagaimana caranya mempermudah, yaitu dengan cara memotong syarat-syarat itu," ujar dia.

Anggota Koalisi Masyarakat Sipil lain, Virgo Sulianto Gohardi menambahkan, pihaknya menganggap ada rencana terselubung dalam rencana Revisi PP 99 ini. Ia menegaskan, ada keinginan beberapa pihak untuk membebaskan koruptor-koruptor yang berasal dari kalangan politikus dengan pemberian remisi yang sejatinya tidak berhak mendapat remisi sebagaimana diatur dalam PP 99 saat ini.

Hal itu, kata dia, juga dapat dilihat dari rancangan draf Revisi PP 99 ini. Di situ disebutkan akan ada pengembalian hak politik narapidana korupsi yang dicabut saat vonis hakim. Menurut dia, ini jelas tidak menghargai komitmen beberapa pihak dalam pemberantasan korupsi.

"Artinya kami menganggap dari poin-poin ini ada maksud buruk untuk membebaskan koruptor dari kalangan politisi," kata Virgo.

Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly menyatakan rencananya untuk merevisi PP 99 tahun 2012. Alasannya, PP yang mengatur tentang pengetatan pemberian remisi bagi narapidana khusus seperti kasus korupsi, narkoba, dan terorisme itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Alasan lain yang diutarakan Yasonna adalah soal pembuatan PP 99 itu tidak melalui syarat prosedur formal. Seharusnya melalui kajian lebih dulu dari sejumlah pakar.

Dengan adanya revisi PP 99 ini, Yasonna ingin mendorong agar tidak ada diskriminasi persyaratan untuk mendapat remisi bagi semua narapidana. Dia juga menginginkan agar prosedur pemberian remisi bagi seluruh narapidana dibuat menjadi satu pintu, yakni melalui Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).

TPP ini yang nanti menilai berapa remisi yang didapatkan oleh seorang narapidana. TPP terdiri dari perwakilan Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Polri, KPK, ahli psikologi, dan pihak terkait lainya.

Yasonna mengaku, TPP akan tetap ketat dalam pemberian remisi bagi terpidana perkara-perkara kejahatan luar biasa.