Sukses

Journal: Evolusi Indonesia Raya, dari Keroncong Sampai Orkestra

Rekaman tahun 1951 ini merupakan rekaman resmi pertama yang dimiliki pemerintah. Meskipun dalam catatan perjalanannya merupakan yang ketiga

Liputan6.com, Jakarta - Bunyi suara ‘kresek’ mengalun mengiringi lantunan lagu Indonesia Raya yang tengah didengarkan Addie Muljadi Sumaatmadja atau karib disapa Addie MS. Suara itu muncul di setiap lagu Indonesia Raya diperdengarkan di sejumlah kegiatan dan sejumlah tempat. Lamat-lamat, suara itu dirasa mengganggu telinga Addie, yang notabene seorang konduktor musik orkestra.

Distorsi yang muncul dari rekaman itu membuat Addie berkeinginan merekam ulang lagu kebangsaan tersebut. Pada 1997, Addie yang sudah berhasrat merekam ulang mendapat pertanyaan dari seorang pengusaha bernama Youk Tanzil. Youk saat itu sedang ingin membeli rekaman lagu ciptaan Wage Rudolf Soepratman itu. “Aku bilang di RRI tapi sudah kresek-kresek. Karena dia pengusaha dan punya uang banyak, sekalian aku ajakin bikin rekaman ulang,” ucap Addie kepada Liputan6.com, Kamis (11/8/2016). Ajakan inilah yang akhirnya mengantar Addie memimpin rekaman orkestrasi lagu Indonesia Raya yang dilakukan di Australia, pada 1997.

Rekaman milik Addie menjadi rekaman terbaru dari lagu Indonesia Raya dan digunakan sampai hari ini. Sebelum rekaman milik Addie muncul, lagu kebangsaan yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 1958 itu direkam pada 1951 di bawah konduktor dan aransemen Jozef Cleber. Addie mengaku, rekaman yang dibuatnya pun mengacu kepada aransemen Joz. Sebab, aransemen tersebut dijadikan patokan resmi sesuai PP 44/1958.

Pita master rekaman pembacaan proklamasi dan lagu Indonesia Raya di Lokananta (Liputan6.com/Mochamad Khadafi)

Rekaman tahun 1951 ini merupakan rekaman resmi pertama yang dimiliki pemerintah. Meskipun dalam catatan perjalanan Indonesia Raya, rekaman ini merupakan yang ketiga. Tim Liputan6.com menelusuri evolusi Indonesia Raya.

Sejarawan Rusdi Husein menceritakan, lagu Indonesia Raya pertama kali direkam dalam versi keroncong. Rekaman ini dibuat beberapa tahun sebelum Soepratman memperdengarkan di muka Kongres Pemuda Indonesia Kedua pada 1928. Tapi, Rusdi tak ingat betul kapan tepatnya rekaman itu dibuat. “Lagu Indonesia Raya yang lengkap yang tertua direkam itu yang keroncong. Direkam perusahaan besar di Pasar Baru,” kata Rusdi kepada Liputan6.com, Selasa (9/8/2016). Rekaman yang dimaksud Rusdi merujuk ke rekaman keroncong milik Yo Kim Tjan. Yo diketahui merupakan pemilik Toko Populair di Pasar Baru.

Udaya Halim, pendiri Museum Benteng Heritage, sempat mewawancarai Kartika Kertayasa, anak sulung Yo Kim Tjan. Kepada Udaya, Kartika menuturkan, ayahnya merekam lagu tersebut atas permintaan Soepratman. Sebab, Soepratman merupakan pemain biola di orkes keroncong Populair pimpinan Yo.

Rekaman Lagu Indonesia Raya milik Yo Kim Tjan (Koleksi Foto Museum Benteng Heritage)

Yo kemudian berencana memperbanyak rekaman itu dengan mengirimkan hasil rekaman ke Inggris. Namun sayang, rekaman itu tak sempat kembali ke Batavia. Lantaran kapal pengangkut rekaman dihancurkan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Udaya tak merinci kapan tepatnya peristiwa itu terjadi. Yang pasti, insiden tersebut sudah membikin rekaman lagu Indonesia Raya versi keroncong tak tersisa. “Semua dihancurkan Belanda,” kata Udaya.

Selepas rekaman versi keroncong dianggap ‘punah’, Indonesia Raya berevolusi kembali. Kali ini lewat kedatangan Jepang. Addie MS yang sempat berbincang dengan bekas Kepala RRI Jakarta, Jusuf Ronodipuro, menceritakan lagu itu direkam dalam irama lagu mars dan dibuat seorang konduktor bernama Nobuwo Lida. Nobuwo diketahui merupakan seorang konduktor musik orkestra untuk radio Jepang di Jakarta.

Lagu ini menjadi bagian dari propaganda yang dibuat Badan Propaganda Jepang pada Perang Dunia II. Menurut Addie, lagu ini bertempo cepat dan menghentak. Versi ini pun menggunakan tiga stanza. Pada 2007, lagu ini sempat menjadi polemik lantaran disebut Roy Suryo sebagai lagu Indonesia Raya versi asli. Namun kemudian dibantah almarhum Des Alwi Abubakar. “Itu yang sering terdengar atau ada di youtube,” kata Addie.

Proses digitalisasi rekaman Indonesia Raya di Studio Lokananta (Liputan6.com/Mochamad Khadafi)

Puncak evolusi Indonesia Raya terjadi setelah merdeka. Addie mengutip keterangan Jusuf Ronodipuro. Menurut dia, proses perekaman lagu Indonesia Raya pada 1951 tak langsung diterima Presiden Soekarno. Jozef Cleber yang ditugasi memimpin proses perekaman dan pengaransemenan lagu itu, sempat membuat tiga aransemen sampai akhirnya diiyakan Bung Karno.

Aransemen pertama, kata Addie, tak diterima Bung Karno lantaran irama dan tempo musiknya masih terlalu cepat. Addie menduga, Joz masih terpengaruh aransemen milik Nobuwo Lida. Akibatnya, ditolak Bung Karno. Kemudian, Joz membikin aransemen kedua. Aransemen itu juga ditolak lantaran dianggap terlalu banyak ornamen. Saat itu pula, Bung Karno mengatakan kepada Joz bahwa lagu kebangsaan harus tegas, merah putih. “Nah, maka muncul aransemen ketiga, yang sekarang diakui sebagai aransemen resmi, tegas, langsung dan lugas,” ucap Addie.

Menurut Rusdi Husein, hasil aransemen itu kemudian direkam bersamaan dengan pembacaan teks proklamasi di Kantor RRI Jakarta. Pita rekaman kemudian dikirim ke Lokananta untuk diperbanyak. Empat dekade lebih, rekaman itu digunakan dan terus dicetak ulang. Hingga akhirnya bunyi ‘kresek’ mengganggu Addie MS. Atas bantuan Youk Tanzil, Addie berangkat ke Melbourne, Australia, untuk merekam lagu kebangsaan itu bersama sembilan lagu lain. Lagu tersebut kemudian meluncur gratis dalam album ‘Simfoni Negeriku’.