Liputan6.com, Madinah - Keberadaan Masjid Nabawi tak terlepas dari sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam membangun peradaban Islam. Peristiwa itu terjadi sejak Rasulullah hijrah dari Mekah ke Madinah pada Juni 622 Masehi.
Kala itu, Madinah masih bernama Yatsrib. Penggantian nama dilakukan setelah Nabi dan sahabat mendiaminya selama 10 tahun.
Baca Juga
Menurut penulis sejarah Islam, Syekh Shafiyyurrahman Almubarakfuri, setelah perjalanan selama tiga bulan, Rasulullah tiba di Madinah pada Jumat 12 Rabiul Awwal 1 Hijriah atau 27 September 622 Masehi. Ia dan para sahabatnya singgah di Bani An-Najjar.
Advertisement
"Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah adalah membangun Masjid (Nabawi), tepat di mana ontanya berhenti dan duduk itulah beliau membeli tanah tersebut dari dua anak yatim yang menjadi pemiliknya," tulis Syekh Shafiyyurrahman dalam bukunya Sirah Nabawiyah yang dikutip Liputan6.com, Sabtu (20/8/2016).
Menurut dia, di tempat tersebut ada kuburan orang-orang musyrik dan puing-puing reruntuhan pohon kurma. Nabi Muhammad meminta para sahabat untuk menggali kuburan itu dan meratakan puing-puing pepohonan. "Setelah itu Nabi menetapkan arah kiblat yang saat itu masih menghadap ke Baitul Maqdis," tulis dia.
Dua pinggiran pintu masjid terbuat dari batu. Sedangkan dindingnya, terbuat dari batu bata yang disusun dengan lumpur tanah. Sementara atapnya dari daun kurma serta tiangnya dari batang pohon dengan lantai dibuat menghampar dari pasir dan kerikil-kerikil kecil.
Bangunan masjid itu memiliki panjang 100 hasta atau sekitar 30 meter dengan lebar yang hampir sama. Adapun pondasinya kurang lebih tiga hasta atau sekitar sembilan meter.
Sementara sejarawan Islam, Muhamad Husain Haekal dalam bukunya 'Sejarah Muhammad' mencatat, tak ada penerangan dalam masjid itu pada malam hari. Hanya pada waktu salat Isya diadakan penerangan dengan membakar jerami.
Yang demikian ini, tulis dia, berjalan selama sembilan tahun. Kemudian setelah itu, masjid baru menggunakan lampu lampu yang ditempel pada batang batang kurma yang dijadikan penopang atap masjid.
Masjid Nabawi Kini
Seiring perkembangan zaman, MasjidNabawi berkali-kali mengalami renovasi dan perluasan. Renovasi pertama dilakukan Khalifah Umar bin Khattab pada 17 H, dan kedua oleh Khalifah Utsman bin Affan pada 29 H.
Di zaman modern, Raja Abdul Aziz dari Kerajaan Saudi Arabia meluaskan masjid ini menjadi 6.024 m² pada 1372 H. Perluasan dilanjutkan penerusnya, Raja Fahd pada 1414 H, sehingga luas bangunan masjid hampir mencapai 100.000 m², ditambah dengan lantai atas yang mencapai luas 67.000 m² dan pelataran masjid yang dapat digunakan untuk salat seluas 135.000 m².
Masjid Nabawi kini dapat menampung 600 ribu hingga 1 juta jemaah. Terlebih pada musim haji ini.
Bahkan hingga kini, pantauan Liputan6.com di Madinah, Sabtu, perluasan masjid masih terus dilakukan pada sisi timur. Beberapa bangunan beton sudah berdiri kokoh. Puluhan crane atau alat berat bertengger di area proyek tersebut. Namun begitu, tak ada aktivitas yang terlihat.
Sedangkan fasilitas yang tersedia, selain ruangan wudu dan toilet, juga tempat air zamzam yang tersedia baik di dalam maupun seluruh penjuru masjid. Para jemaah dapat minum sepuasnya serta membawa pulang dengan mengisi ke dalam botol yang kosong.
Di dalam masjid, ruangan terasa sejuk. Hawa dingin muncul dari bagian bawah ratusan tiang penyangga. Para jemaah pun khusyuk beribadah serta mengikuti kajian Islam yang digelar berkelompok di beberapa bagian dalam masjid.
Yang lebih istimewa, di Masjid Nabawi tersebut memiliki Raudhah. Yakni ruangan yang terletak antara mimbar Nabi dengan makamnya. Raudhah yang berarti taman surga diyakini sebagai tempat yang baik untuk bermunajat kepada Allah SWT.
Namun yang terpenting, Nabi memberikan kabar gembira bagi mereka yang salat di masjidnya. Yaitu akan diberi ganjaran 1.000 kali dibanding salat di masjid lain, terkecuali Masjidil Haram. Hal ini yang memicu semangat umat Islam untuk berlomba mengumpulkan bekal untuk akhiratnya kelak.