Liputan6.com, Jakarta - Seorang pria berinisial OD alias Odi (55) diringkus polisi lantaran terbukti menyimpan 14.981 butir ekstasi dan 297 gram sabu di tempat tinggalnya, kamar GE-06-EA, lantai 6 Tower Hijau Apartemen The Modern Golf, Cikokol, Tangerang, Banten, Kamis 18 Agustus 2016 pukul 20.15 WIB.
Untuk mengelabui petugas, Odi menyembunyikan barang haram tersebut dalam tiga kemasan makanan kucing bermerek Frost Kitten. Masing-masing kemasan berisi 5.000 butir ekstasi.
"Kita kan sudah mengindikasikan peredaran (ekstasi) ini. Bahwa dari informasi masyarakat ada seseorang di wilayah Tangerang yang bolak-balik ke Bandara Soekarno Hatta. Nah orang yang dimaksud (Odi), kita ikuti terus sampai kita tahu dia tinggal di apartemen," kata Kasubdit II Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya AKBP Gembong Yudha di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (22/8/2016).
Gembong mengatakan, kecurigaannya makin menjadi ketika melihat banyak orang keluar-masuk unit apartemen Odi. Akhirnya ia memutuskan untuk melakukan penggerebekan.
Modus Operasi
Berdasarkan pengakuan Odi, kata Gembong, dia hanyalah pesuruh yang dikendalikan seseorang berinisial VL dan LS. Kini keduanya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) aparat Reserse Narkotika Polda Metro Jaya.
"Modusnya ekstasi ini dikirim via ekspedisi dengan alamat fiktif. Lalu si Odi mengambilnya atas perintah VL. Antara Odi dan VL, ada satu lagi tersangka berinisial LS. Dia yang mengatur ekstasi-ekstasi ini nanti diberikan ke siapa-siapa saja," jelas Gembong.
Odi mengaku kepada polisi, semula dia menerima kiriman 20 ribu butir ekstasi, namun sebanyak 5.000 butir sudah ia distribusikan ke daerah Banyuwangi, Jawa Timur. Rencananya sisa barang haram tersebut diedarkan ke wilayah Jakarta. Odi mendapatkan upah Rp 5 juta setiap kali berhasil mendistribusikan 5.000 ekstasi.
"Saat kita tangkap, hanya ada sisa 3 kemasan makanan kucing yang isinya itu (ekstasi). Lalu kita tanyakan sebenarnya dia dapat berapa banyak dari Medan. Katanya 20 ribu butir tapi yang 5 ribunya sudah dikasih ke seseorang di Banyuwangi. Dia sempat ke sana," terang Gembong.
Gembong menuturkan, pelaku sudah empat bulan menjalani pekerjaan sebagai kurir ekstasi. Jika bisnisnya lancar, dalam seminggu ia bisa bertemu sembilan pengedar yang membeli barangnya. Pengedar rata-rata membeli ekstasi darinya dalam jumlah ratusan butir.
Ditanyai omset penjualan barang haram sindikat ini, Gembong mengaku belum mengetahui. Sebab, Odi tidak pernah menerima uang hasil penjualan. Uang tersebut langsung diberikan pembeli kepada bos Odi.
"Dalam seminggu dia bisa bertemu sembilan pengedar. Belinya ya ada yang 100 butir, 300 butir. Kalau harganya berapa, keuntungannya berapa, dia (Odi) tidak tahu. Bisnis ini kan sistemnya sel terputus. Jadi pelaku yang kami tangkap cuma membantu mengedarkan. Pembayaran barangnya langsung ke si bos yang inisialnya VL," ungkap Gembong.
"Dia hanya dikasih upah dan dikasih duit buat sewa apartemen per bulannya 1,8 juta," sambung mantan Kepala Satuan Reserse Narkotika Polres Metro Jakarta Barat ini.
Advertisement
Ekstasi Dolphin
Gembong menuturkan setengah dari barang haram yang disita pihaknya merupakan ekstasi jenis baru yang diberi nama dolphin, karena bentuk pilnya yang menyerupai lumba-lumba. Dari kualitas teksturnya yang padat dan tidak mudah pecah, diduga kuat ekstasi itu diproduksi di luar negeri.
"Modelnya baru, namanya dolphin. Ini bisa diduga kuat buatan luar (negeri). Karena ada perbedaan buatan lokal dan luar. Kalau lokal, barangnya mudah pecah. Buatan luar, biasanya diproduksi secara pabrikan, sudah padat paten dan cetakannya rapih," tutup Gembong.
Aparat menjerat Odi dengan Pasal 114 ayat 2 subsider 112 ayat 2 Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun atau seumur hidup dan denda paling banyak Rp 10 miliar.