Liputan6.com, Jakarta - Basuki Tjahaja Purnama kembali membuat berita. Kali ini, Gubernur DKI Jakarta itu mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggugat kewajiban cuti petahana saat pilkada. Ahok, lelaki asal Belitung Timur, itu menganggap cuti bukanlah kewajiban tapi sebuah pilihan.
Dalam berkas perkara nomor 60/PUU-XIVI2016 yang diajukan, Ahok merasa dirugikan atas ketentuan Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada. Sebab, pasal itu dapat ditafsirkan, selama masa kampanye, para calon petahana wajib mengambil cuti.
Selaku pejabat publik, Ahok merasa punya tanggung jawab kepada masyarakat Provinsi DKI Jakarta untuk memastikan program unggulan Pemprov DKI Jakarta terlaksana, termasuk proses penganggarannya. Menurut Ahok, penafsiran yang mewajibkan cuti tersebut tidak wajar karena pada hakikatnya cuti merupakan suatu hak, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Advertisement
Ahok datang tanpa dampingan pengacara pada pukul 10.45 WIB. Dengan berkemeja batik coklat bergambar wayang, ia memasuki ruang sidang ditemani tenaga ahli yang notabene PNS DKI. Saat datang, tak ada pengawalan meriah bagi calon petahana itu jika benar maju daftar jadi Gubernur DKI.
Pantauan Liputan6.com pada Senin, 22 Agustus 2016, hanya petugas keamanan dalam yang ditempatkan di luar dan dalam MK. Jumlahnya pun tidak lebih dari 10 orang untuk mengawal pelaksanaan sidang uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang digelar pukul 11.00 WIB, di Ruang Sidang MK.
"Jadi lebih hemat," ucap Ahok beralasan tentang tak memakai jasa pengacara.
Belum juga sidang dimulai, Ahok sudah merasa khawatir terkait hasil uji materi yang diajukannya. Ia takut hasil putusan MK yang jika menguntungkan dirinya baru berlaku saat Pilkada serentak pada periode berikutnya. Sedangkan pada Pilkada DKI Jakarta 2017 ini, calon petahana tetap wajib mengambil cuti kampanye selama empat bulan.
"Nah berarti undang-undang ini memang khusus buat saya. Ya saya cuti, harus cuti. Misalnya nih, 'masuk akal yang disampaikan keberatan oleh Saudara Basuki. Tapi karena sudah berlangsung prosedur segala macam, maka baru berlaku di pilkada tahun depan'. Kan bisa saja," tutur Ahok berandai-andai.
Ahok pun yakin, jika gugatannya ditolak atau diberlakukan di periode mendatang, kemungkinan akan ada yang menggugat aturan cuti kampanye pada Pilpres.
"Nanti orang akan menggugat presiden, pasti orang akan ke MK gugat presiden dengan cara ini berarti presiden 2019 waktu pencalonan harus juga cuti empat bulan minimal, mungkin seluruh Indonesia karena jalannya lebih jauh mungkin harus minimal enam bulan lah (cuti capres)," ucap Ahok.
Gugatan Masih Kabur
Ahok menyebut jika kampanye akan lebih menguntungkan bagi calon petahana. Tapi pada saat yang sama, ia menganggap pembahasan APBD DKI 2017 lebih penting sehingga cuti kampanye justru akan merugikan hak konstituen yang telah memilihnya sebagai Gubernur DKI.
Selain itu, Ahok memilih tidak kampanye untuk menghindari penyalahgunaan wewenang. "Saya tidak menggunakan kampanye untuk menghindari penyalahgunaan wewenang," ungkap Ahok.
Karena itu, dia meminta agar cuti kampanye dalam Undang-Undang bisa ditafsirkan sebagai pilihan bukan kewajiban. "Saya meminta bila ini ditafsirkan bahwa cuti yang diatur merupakan hak yang sifatnya opsional," kata Ahok.
Untuk memuluskan rencananya, Ahok menyebut telah menyiapkan tim. Ia juga berkata akan menghadirkan ahli tata negara untuk menafsirkan apa yang digugatnya. Adapun bunyi Pasal 70 ayat 3 UU Pilkada itu adalah:
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan:
a. menjalani cuti di luar tanggungan negara, dan
b. dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi:
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Dalam persidangan perdana itu, penjelasan Ahok dinilai tidak cukup menggambarkan kerugian konstitusional yang dihadapi Ahok dengan adanya aturan kewajiban cuti bagi petahana. Para hakim panel MK pun mengatakan, masih harus ada yang diperbaiki dalam permohonannya tersebut.
"Ini kan yang diuji Pasal 70 ayat 3 UU Pilkada, tetapi yang dimuat dalam norma ini, ada poin a dan poin b. Dan poin b, dilarang menggunakan fasilitas, apakah itu juga diminta dinyatakan inkonsitusional? Ini perlu dielaborasi," ucap Ketua Hakim Panel MK, Anwar Usman dalam persidangan MK.
Sementara itu, salah satu hakim anggota, I Gede Dewa Palguna mengatakan, harusnya Ahok bisa menjelaskan terkait kerugian hak konstitusional yang dialaminya dengan adanya norma tersebut. Jika tidak dapat menjelaskan kedudukan hukum dalam mengajukan permohonan, pengajuan permohonan itu bisa gugur.
"Jika tidak mampu meyakinkan majelis, tentu materi permohonan tidak akan diperiksa, karena legal standing tidak ada," kata Anggota Majelis Hakim, I Gede Dewa.
Selain itu, Hakim Aswanto juga meminta Ahok menguraikan lebih jelas terkait potensi kerugian konstitusionalnya.
"Saya belum menangkap uraian, apakah dengan diubahnya permohonan ini akan potensi kerugian konstitusional tidak akan terjadi, belum tertangkap. Kalau diubah sesuai keinginan (pemohon), maka pemohon tidak akan lagi mengalami kerugian, harus dielaborasi lagi," ujar Hakim Aswanto.
Advertisement
Dinilai Paranoid
Dengan kekurangan yang ada di sana-sini, majelis hakim meminta Ahok memperbaiki berkas perkara. Ia diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki berkas permohonannya.
"Perbaiki permohonan selama 14 hari, tapi lebih cepat lebih bagus," ucap Ketua Majelis Panel MK Anwar Usman.
Menurut dia, perbaikan itu paling lambat, diserahkan pukul 10.00 WIB ke panitera. Mendengar hal itu, Ahok mengatakan segera menyempurnakan berkasnya. Dia pun menargetkan berkasnya rampung dalam dua hari ke depan.
Dia menjelaskan proses perbaikan ini tidak akan memakan waktu lama, karena dia sudah tahu persis pasal-pasal berapa yang bertentangan dengan UUD 1945. "Karena kita sudah tahu, norma ini bertentangan dengan UUD 1945, pasal berapa dan pasal berapa. Kan intinya, memang pasal yang kita uji ini bertentangan apa dengan UUD 1945," kata Ahok.
Terkait hal itu, politikus PDIP Arteria Dahlan menilai Gubernur DKI Jakarta seharusnya mematuhi aturan yang ada dalam undang-undang. Menurut dia, alasan ingin mengawal APBD DKI Jakarta yang akan dibahas pada akhir tahun ini yang berbarengan dengan jadwal kampanye Pilkada DKI Jakarta, bukan hal yang tepat.
"Ya, kita hormati saja, tapi kan juga jangan konyol dengan beralasan menuntut keadilan dengan alasan mengawal APBD," kata Arteria.
Anggota Komisi II DPR ini memandang, keinginan Ahok ini seperti adanya ketakutan, sehingga tidak mau cuti. Padahal, hal tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada pasal 70 ayat (3).
"Tugas utamanya menjalankan UU selurus-lurusnya, kok paranoid amat ya sehingga APBD harus dia yang kawal sendiri," ujar Arteria.
Pendapat senada diungkapkan Ketua Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra Habiburokhman yang hadir menyaksikan jalannya persidangan. Menurut Habiburokhman, selama persidangan dia tidak menemukan argumentasi yang konstitusional dari Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Kami menganggap apa yang diatur dalam Pasal 70 ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2015 sudah sangat sesuai dengan UU kita, konstitusi kita, UUD 1945," tutur dia.
Habiburokhman juga mengatakan, Ahok tak konsisten dalam menempatkan diri saat mengajukan gugatan ini. Sebab, saat mengajukan uji materi Ahok menempatkan diri sebagai warga negara. Namun, kenyataannya saat mendatangi gedung MK, ada pengamanan yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishub) DKI Jakarta.
"Saudara bisa lihat hari ini saja Ahok ini mengajukan uji materi sebagai pribadi tapi Dishub DKI sudah mengatur jalan di depan (MK) dalam rangka pengamanan kunjungan beliau ke sini, kan sulit kita membedakan Ahok ini pribadi atau sebagai gubernur mengajukan uji materil ini," imbuh Habiburokhman.
Habiburokhman khawatir jika uji materi yang diajukan Ahok ini dikabulkan MK, akan merugikan calon petahana lainnya. Selain itu, masyarakat juga akan bingung dengan posisi petahana jika tidak mengambil jatah cutinya.
"Kalau disampaikan tadi Pak Ahok tidak cuti, masyarakat akan sulit membedakan, sebagai calon atau sebagai kepala (gubernur) aktif," Habib menjelaskan.
Sebelumnya, Ketua KPUD DKI Soemarno mengatakan calon gubernur DKI petahana yang maju di Pilkada DKI 2017 harus mengajukan cuti selama masa kampanye. Menurut dia, pengajuan cuti calon petahana sudah diajukan sejak ditetapkan menjadi calon gubernur pada 24 Oktober 2016 mendatang.