Sukses

Usai Diperiksa KPK, Pejabat Maluku Huni Rutan Polres Jakpus

Pejabat Maluku, tersangka kasus suap proyek jalan di Maluku, ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat, usai diperiksa KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Hanya beberapa jam Kepala Balai Pembangunan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary diperika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kelar diperiksa, tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu mengenakan rompi tahanan.

Amran tak bisa pulang ke rumahnya malam ini dan harus tidur di rumah tahanan (rutan) usai resmi ditahan KPK. Namun Amran tak mau berkomentar apapun saat keluar dari Gedung KPK dan hendak digelandang ke mobil tahanan. Dia bungkam, sama seperti ketika memenuhi panggilan pemeriksaan KPK tadi siang.

Menurut Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati, penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan. Amran ditahan di Rumah Tahanan Polres Metro Jakarta Pusat.

"Ditahan untuk 20 hari pertama. Ditahan di Polres Metro Jakpus," kata Yuyuk saat dikonfirmasi, Selasa (23/8/2016).

KPK telah menetapkan tujuh orang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Tiga di antaranya merupakan Anggota Komisi V DPR RI.

Ketiganya, yaitu Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP, Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar, dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi PAN. Mereka diduga menerima fee hingga miliaran rupiah dari Direktur PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir.

Sementara tersangka lainnya, yakni Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary, Abdul Khoir serta dua staf Damayanti, yakni Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini.

Abdul Khoir telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor. Dia divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan. Khoir didakwa bersama-sama memberi suap kepada pejabat di Kementerian PUPR dan sejumlah anggota Komisi V.

Total uang suap yang diberikan Abdul sebesar Rp 21,38 miliar, 1,67 juta dolar Singapura, dan US$ 72,7 ribu. Suap diberikan oleh Abdul bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred.