Sukses

KPI Puas Hasil Positif Indeks Kualitas Program Siaran TV

Akan tetapi, hal itu tidak menutup kenyataan bahwa masih banyak hal-hal yang perlu dibenahi dalam program siaran televisi Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengumumkan hasil survei indeks kualitas program siaran televisi periode ke-1. Indeks rata-rata kesembilan kategori program siaran televisi Indonesia berada pada angka 3,65 dari standar KPI 4,0.

Kesembilan kategori tersebut adalah kategori berita dengan indeks 3,80; talkshow dengan indeks 3,70; infotainment dengan indeks 2,89; sinetron dengan indeks 3,27; anak-anak dengan indeks 3,71; variety show dengan indeks 3,39; komedi dengan indeks 3,33; religi dengan indeks 3,89; dan yang tertinggi kategori wisata budaya dengan indeks 4,10.

Melihat hasil ini, Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengaku cukup puas karena sudah melihat sejumlah perkembangan positif yang dilakukan oleh program-program siaran televisi di Indonesia.

"Dari begitu banyak genre atau kategori yang dimunculkan ternyata banyak juga hal positif, artinya media sudah mencoba melakukan perbaikan dan ada peningkatan yang harus kita apresiasi bersama," ujar Yuliandre, di Jakarta Selasa 23 Agustus 2016.

Akan tetapi, hal itu tidak menutup kenyataan bahwa masih banyak hal-hal yang perlu dibenahi dalam program siaran televisi Indonesia. Terlebih untuk kategori program infotainment dan sinetron yang dinilai dari indeks kualitasnya berada pada posisi bontot, namun jika dilihat dari indeks kuantitatif (popularitas) selalu berada pada posisi teratas.

"Tetapi tentu juga masih ada PR yang harus dibenahi seperti infotainment, sinetron yang dari segi kualitas belum memaksimalkan fungsi media penyiaran untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam sebuah kategori undang-undang," Yuliandre memaparkan.

Menurut dia, program acara televisi yang ideal adalah tontonan yang bisa menjadi tuntunan bagi masyarakat. Singkat kata, sebuah tontonan yang layak untuk ditonton anak cucu dan sanak keluarga.

"Media (ideal) bahasa sederhananya adalah tontonan yang bisa jadi tuntunan uang positif bagi masyarakat luas. Kita bisa lihat dari nilai moralitas, norma-norma, dan agama yang berlaku," kata Yuliandre.

"Kalau mau disederhanakan lagi bahasa undang-undang, bayangkan saja program yang dibikin para industri itu yang akan ditonton oleh anak saudaranya sendiri, kira-kira layak atau tidak itu untuk ditonton," imbuh dia.

Yuliandre paham bahwa industri media butuh menciptakan program-program unik dan kreatif untuk mampu bersaing dengan industri media lainnya. Tapi, baginya, sentuhan kreativitas dalam program memiliki batasan-batasan hukum yang tidak bisa diganggu gugat.

"Industri media kan dinamis. Jadi semua program itu muncul dengan kreasi, inovasi, dan kreativitas masing-masing. Namun kreativitas itu ada batasannya, ada koridor dalam arti undang-undang yang mengaturnya," beber Yuliandre.

Untuk itu, lanjut Yuliandre, selayaknya para industri media harus kembali ke koridornya dalam menjalankan fungsi media yakni informasi, edukasi, dan hiburan dengan porsi edukasi yang lebih banyak dari porsi hiburan.

"Tapi jangan lupa dengan fungsi media yang informatif, edukatif, dan hiburan tersebut. Ini yang seringkali dilupakan, program yang sudah sedemikian kreatif tapi minim unsur edukatifnya. Normalnya itu kan 60-80 persen unsur mendidiknya," tutup Yukiandre. (Winda Prisilia)

Video Terkini