Liputan6.com, Jakarta - Pengamat tata kota (planolog) Yayat Supriatna mengatakan sistem electronic road pricing (ERP) atau jalan berbayar berbasis elektronik lebih terstruktur dibandingkan sistem ganjil-genap yang sedang disosialisasikan saat ini.
"Melihat ganjil-genap ini seakan-akan kita belum punya pilihan. Puncaknya itu di ERP karena secara struktur, jaringan, sistemnya, dan insentifnya ada," ujar Yayat di Jakarta, Kamis 24 Agustus 2016.
Dia menilai, sistem ganjil-genap maupun 3 in 1 adalah aturan yang lahir dari ketidakrampungan fasilitas dan infrastruktur, dalam hal ini adalah pembangunan jalan dan sistem ERP.
Advertisement
"Jadi ketika infrastruktur belum selesai, kita hanya bisa buat aturan-aturan seperti 3 in 1. Bagaimana aturan itu bisa mempengaruhi perilaku kemudian ketika dievaluasi tidak efektif karena ada dampak sosialnya. Kita belum tahu lagi caranya maka munculah ganjil-genap," kata Yayat.
Dia menambahkan, sistem ganjil-genap hanya membantu mengurangi sepersekian persen beban kepadatan lalu lintas di kawasan tertentu pada jam puncak.
"Ganjil-genap hanya bisa membantu secara temporer, mengatasi beban kemacetan pada saat jam puncak, selesai itu sudah. Akan kembali chaos, kembali macet ketika masa berlakunya selesai," kata Yayat.
"Kawasan diterapkannya ganjil-genap ini pun hanya di ring 1, dia hanya untuk mengurai persoalan di kawasan ekonomik, strategis, kawasan utama selain itu tidak," lanjut dia.
Menurut dia, permasalahan kemacetan ini tak kunjung surut karena ada satu faktor yang lalai diperhatikan aparat kepolisian, yakni peningkatan volume pergerakan yang disebabkan bertambahnya jumlah kendaraan di Jakarta.
"Apalagi sekarang sudah ada keringanan terkait dengan uang muka membeli kendaraan," kata Yayat.
Belum Ada Database
Yayat menambahkan, sistem ganjil-genap apabila dikaji dalam konteks pengaturan beban kemacetan akan kembali seperti pola konvensional yang akan memberatkan jalan-jalan alternatif.
"Dalam konteks pengaturan beban, itu akan kembali seperti pola lama. Jalan-jalan alternatif akan semakin terbebani," ujar dia.
Selain itu, menjelang penerapan sistem ganjil-genap pada 30 Agustus mendatang, Yayat belum melihat adanya data komplet yang menunjukkan jumlah kendaraan di Jakarta dengan kendaraan berplat ganjil atau genap.
"Yang jadi permasalahan, data pemilik kendaraan dengan plat ganjil berapa, genap berapa itu belum. Kita kan tidak tahu berapa komposisinya. Dia cuman jadi alat bantu untuk memonitor agar tidak menganggu lokasi yang dianggap sangat padat," tambah Yayat. (Winda Priscilia)