Liputan6.com, Jakarta - Sidang perdana kasus vaksin palsu yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur memutuskan pihak tergugat dan penggugat diharuskan melakukan mediasi. Kedua pihak pun sepakat dan bersama hakim mediator dari pengadilan, menentukan jadwal mediasi pada 8 September 2016.
Orangtua korban vaksin palsu sekaligus penggugat, Maruli Silaban (37) mengatakan, dalam mediasi nanti, pihaknya akan menekankan keterbukaan data dari Rumah Sakit (RS) Harapan Bunda. Dia meminta pihak rumah sakit segera menggelontorkan data asli terkait waktu dan jumlah anak-anak penerima vaksin.
"Kita akan paksa minta data dari RS Harapan Bunda. Kita akan lihat di mediasi akan lakukan apa. Termasuk Kementerian Kesehatan dan BPOM kan mereka pengawas sebenarnya. (Malah) bisa sampai kejadian seperti ini (vaksin palsu)," tutur Maruli di PN Jaktim, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (25/8/2016).
Advertisement
Maruli menyatakan, terkait lama waktu mediasi, dia tidak akan memperpanjang jika tidak juga menemukan kata sepakat. Hal itu sebagaimana penjelasan hakim yang menerangkan bahwa proses mediasi berjalan selama 30 hari dan dapat diperpanjang selama 30 hari lagi ke depan.
"Mediasi ini ya sudah kita lihat saja. Tidak akan saya panjangkan dan langsung sidang saja kalau tidak juga sepakat," tukas dia.
Meski harus melalui tahap mediasi terlebih dahulu, dia mengaku lega dengan kehadiran keempat tergugat yang terdiri dari RS Harapan Bunda, dokter Muhidin dari rumah sakit tersebut, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sebab, sebelumnya mereka sempat mangkir dan akhirnya sidang ditunda hingga dua pekan.
"Hari ini keempat tergugat sudah hadir dan itu sesuatu yang baik. Kita lihat bagaimana niat baik keempat tergugat ini," kata Maruli.
Kuasa Hukum dari penggugat yakni Rony Eli Hutahaean menambahkan, dalam mediasi itu pihaknya akan melihat ada tidaknya itikad baik dari pihak tergugat khususnya RS Harapan Bunda dan dokter Muhidin yang bekerja di rumah sakit tersebut.
"8 September nanti kita akan mendengarkan sikap dari para tergugat atas gugatan yang kami ajukan. Gugatan kami adalah kami melihat semenjak ada masalah vaksin palsu ini tanggal 15 Juni ada rumah sakit yang terindikasi menggunakan vaksin palsu, termasuk Harapan Bunda. Kami berusaha minta transparansi," jelas Rony.
Namun, jika mediasi telah dilakukan dan masih belum ada maksud baik dari pihak tergugat, maka tanpa ada perpanjangan mediasi pihaknya akan melanjutkan gugatannya.
"Kalau tidak ada titik temu dalam sidang mediasi maka akan dilanjukan dengan pembacaan gugatan. Kita liat tanggal 8 September sikap tergugat seperti apa. Apa sama masih tidak ada keterbukaan atau apa," Rony memungkas.