Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Nur Alam sebagai tersangka. Gubernur Sulawesi Tenggara itu terseret kasus dugaan korupsi penerbitan surat keputusan (SK) terkait izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sultra.
Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarief, modus yang digunakan Nur Alam selaku Gubernur adalah mengeluarkan SK IUP kepada orang atau perusahaan, namun disertai dengan kickback atau imbal jasa.
"Diketahui ternyata ada kickback yang disampaikan kepada yang mengeluarkan izin," ujar Syarief di Jakarta, Kamis (25/8/2016).
Advertisement
Menurut dia, modus meminta kickback dari SK IUP sudah sering terjadi dan dilakukan banyak kepala daerah. Terutama gubernur yang daerahnya memiliki sumber daya alam (SDA) melimpah.
"Sering jadi modus yang sama oleh kepada daerah yang punya SDA yang banyak," kata Syarief.
Karenanya, KPK pun mengingatkan kepala daerah lain untuk tak sembarangan mengeluarkan IUP yang disertai kickback. "KPK kembali ingatkan kepada gubernur yang punya kewenangan, karena IUP sudah ditarik dari bupati ke provinsi," kata Syarief.
Penyalahgunaan Wewenang
Sebagai informasi, KPK resmi menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan SK IUP kepada PT AHB di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sultra.
Diduga, Gubernur Sultra 2008-2013 dan 2013-2018 itu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai aturan perundang-perundangan yang berlaku.
Nur Alam selaku Gubernur Sultra dari 2009 sampai 2014 mengeluarkan tiga SK kepada PT AHB. Yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan IUP Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.
PT AHB diketahui merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco.
Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.