Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi penerbitan surat keputusan (SK) Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, dengan tersangka Gubernur Nur Alam.
Untuk melancarkan penyidikan, komisi antirasuah itu mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri. Di mana dua orang dari pihak swasta dari PT Billy Indonesia, perusahaan tambang yang beroperasi di Sulawesi Tenggara, dan satu kepala dinas.
Baca Juga
"Selain NA (Nur Alam). KPK telah melakukan pencegahan ke luar negeri atas nama Widdi Aswindi yang menjabat Direktur PT Billy Indonesia. Kemudian Emi Sukiati selaku pemilik PT Billy Indonesia, dan Burhanudin Kepala Dinas ESDM," ucap Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Jakarta, Jumat (26/8/2016).
Advertisement
Menurut dia, tiga orang tersebut dicekal selama enam bulan, dengan alasan keterangannya dibutuhkan untuk mendalami kasus Nur Alam.
"Mereka dicegah, jika sewaktu-waktu dimintai keterangan, tidak berada di luar negeri," jelas Priharsa.
Dia juga menegaskan, penyidik lembaga pimpinan Agus Rahardjo itu telah memeriksa sejumlah saksi di Polda Sultra. "Termasuk hari ini, dilakukan pemeriksaan terhadap enam orang saksi," ungkap Priharsa.
Saat ditegaskan, apakah Nur Alam akan diperiksa di Jakarta atau di Sultra, dia belum bisa memastikan. "Penyidik kan masih di sana (Sultra), nanti ditanyakan, apakah di Jakarta atau di sana," tutup Priharsa.
Diketahui, Nur Alam resmi menyandang status tersangka terkait kasus dugaan korupsi penerbitan SK IUP sejak 23 Agustus 2016. Diduga ada imbal jasa atau kickback yang diterima Nur Alam dalam mengeluarkan SK IUP kepada PT AHB. Kickback itu yang saat ini tengah ditelusuri KPK, sebab ditemukan sejumlah bukti transfer ke rekening Nur Alam.
Berdasarkan informasi yang ditelusuri, jumlah uang yang dikirim ke rekening Nur Alam US$ 4,5 juta. Hal itu merupakan hasil penelusuran PPATK.
Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.