Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melanjutkan penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan gedung kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2011. Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan saksi hari ini.
Ada sejumlah saksi yang diperiksa hari ini. Salah satunya Tjahjo Purnomo. Pegawai PT Hutama Karya itu akan dikorek keterangannya sebagai saksi untuk tersangka Dudy Jocom.
"Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka‎ DJ (Dudy Jocom)," ucap Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati, Rabu (31/8/2016).
Advertisement
Bersamaan dengan itu‎ penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Komisaris PT Hutama Karya, Sutidjan dan staf PT Hutama Karya, Irman Indrayadi. Keduanya juga jadi saksi buat Dudy.
"Sama mereka saksi untuk tersangka DJ," ucap Yuyuk.
KPK dalam kasus ini sudah memeriksa puluhan saksi. Bahkan KPK pernah memeriksa 42 saksi di Kampus IPDN, Baso, Kabupaten Agam, secara maraton pada 17 Maret-23 Maret 2016. Pemeriksaan 42 saksi itu dilakukan KPK sebagai langkah efektifitas dan efisiensi. Sebab, semua saksi tinggal di Sumbar, sehingga akan memakan waktu dan tenaga jika semuanya dipanggil ke Jakarta.
Selain itu KPK juga pernah memeriksa dua pejabat tinggi perusahaan pelat merah, PT Hutama Karya. Yakni Muhammad Fauzan selaku Direktur dan Remon Debal sebagai Deputi Project Manager Divisi Gedung tahun 2011.
Dalam kasus dugaan korupsi pembanguanan Gedung Kampus IPDN di Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2011 ini, KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Dudy Jocom dan General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya, Budi Rachmat Kurniawan.
Kedua tersangka diduga menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam proyek pembangunan Gedung Kampus IPDN Kabupaten Agam yang diresmikan Mendagri era Gamawan Fauzi pada 2013 silam tersebut. Akibat perbuatan keduanya, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 34 miliar dari total nilai proyek Rp 125 miliar.
Keduanya disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 huruf a atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.