Sukses

Korupsi Gubernur Nur Alam, KPK Periksa Pihak Swasta

Ini kali pertama KPK memeriksa pihak swasta pada tingkat penyidikan kasus korupsi Gubernur Sultra, Nur Alam.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai memeriksa pihak swasta dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keputusan (SK) Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada PT Anugrah Harisma Barakah di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sultra. Pihak swasta yang diperiksa KPK adalah Patmawati Kasim.

Patmawati diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Gubernur Sultra, Nur Alam. "Ya benar, dia jadi saksi untuk tersangka NA," ucap Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK,‎ Yuyuk Andriati, Jakarta, Rabu (31/8/2016).

Ini kali pertama KPK memeriksa pihak swasta pada tingkat penyidikan kasus tersebut. Pada tingkat penyelidikan, KPK sudah memeriksa banyak saksi. Baik dari pihak swasta maupun dari pihak pemerintah daerah di Sultra.

Sebelumnya, KPK resmi menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan surat keputusan (SK) terkait izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sultra. Gubernur Sultra periode 2008-2013 dan 2013-2018 itu diduga menyalahgunakan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai perundangan.

Nur Alam selaku Gubernur Sultra pada 2009-2014 mengeluarkan tiga SK kepada PT AHB. Yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi. Diduga ada kickback atau imbal jasa yang diterima Nur Alam dalam memberikan tiga SK tersebut.‎

PT AHB merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.‎‎ Perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco.

Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Nur Alam sendiri telah dicegah berpergian ke luar negeri oleh Ditjen Imigrasi Kemenkumham atas permintaan KPK. Pencegahan dilakukan selama enam bulan ke depan sejak 22 Agustus 2016 demi kepentingan penyidikan.

Selain Nur Alam, KPK mencegah tiga orang lainnya. Yakni Direktur PT Billy Indonesia Widi Aswindi, Pemilik PT Billy Indonesia Emi Sukiati Lasimon, dan Kepala Dinas (Kadis) Pertambangan dan Energi Pemprov Sultra Burhanuddin. Mereka juga dicegah bepergian ke luar negeri untuk enam bulan ke depan.