Sukses

Raker DPR dan Menlu Bahas Pemulangan 117 WNI di Filipina

Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari mempertanyakan perkembangan perlindungan dan penanganan atas penahanan 177 WNI di Filipina.

Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari mempertanyakan perkembangan perlindungan dan penanganan atas penahanan 177 jemaah calon haji yang merupakan warga negara Indonesia (WNI) oleh otoritas imigrasi Filipina. Hal tersebut terungkap dalam rapat kerja Komisi I DPR dengan Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi di ruang rapat Komisi I, Senayan Jakarta, Rabu (31/8).

“Kami ingin meminta penjelasan Ibu menteri terkait perlindungan terhadap 177 calon haji WNI yang ditangkap oleh otoritas imigrasi Filipina. Sampai saat ini sudah sejauh mana penanganan dan perlindungan terhadap calon Jemaah haji tersebut,” tanya Abdul Kharis.

Menanggapi hal tersebut, Retno menjelaskan bahwa sejak beberapa jam setelah diketahui ditahannya 177 WNI Jemaah calon haji oleh pihak imigrasi Filipina, pihaknya telah berkomunikasi dengan Menteri Luar Negeri Filipina dan pejabat tinggi Kemlu Filipina. Pada kesempatan itu ia menekankan agar para WNI tersebut dapat dipindahkan ke KBRI Manila selama menunggu proses investigasi yang dilakukan otoritas Filipina.

“Saya tegaskan bahwa mereka merupakan korban sindikat pemalsuan paspor haji di Filipina. Sehingga Indonesia meminta agar WNI tersebut diperlakukan selayaknya korban, bukan pelaku. Saya juga meminta agar korban segera dipulangkan ke Indonesia,” jelas Retno.

Sebagaimana diketahui pada 19 Agustus 2016 lalu otoritas Imigrasi Filipina menahan 217 Jemaah calon haji yang menggunakan paspor Filipina saat akan berangkat menuju Jeddah melalui Manila. Dari 217 jemaah calon haji tersebut telah terverifikasi 177 jemaah calon haji merupakan WNI.

Mengingat Jemaah calon haji tersebut tidak dapat menunjukan paspor Indonesia, dilakukanlah verifikasi Kewarganegaraan oleh staff teknis Imigrasi KJRI (Konsulat jenderal Republik Indonesia) Davao dan staf dari Kemenlu, baik melalui wawancara maupun menggunakan system manajemen keimigrasian (SIMKIM).

(*)