Sukses

Hakim Tolak Cabut Kesaksian Anak Buah Aguan soal Rp 50 M ke DPRD

Penolakan pencabutan ini diungkapkan majelis hakim dalam sidang vonis eks Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja.

Liputan6.com, Jakarta Majelis hakim menolak permintaan pencabutan keterangan Direktur PT Kapuk Naga Indah, Budi Nurwono yang tertuang dalam Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penolakan pencabutan ini diungkapkan majelis hakim dalam sidang vonis eks Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja.

"Meski telah di bawah sumpah dan dibacakan di persidangan, hakim sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Karena alasan pencabutan BAP secara hukum tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim, Sumpeno, saat sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (1/9/2016).

Budi sendiri dalam sidang-sidang Ariesman tidak pernah hadir, meski jaksa beberapa kali memintanya bersaksi. Budi beralasan tengah menjalani perawatan di rumah sakit di Singapura. Dari sana pula, Budi mengirim surat tiga kali ke KPK untuk mencabut salah satu keterangannya di BAP.

Keterangan dalam BAP yang ingin dicabutnya yakni soal kesepakatan fee antara Chairman PT Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan dan petinggi DPRD DKI.

Menurut majelis hakim, pencabutan keterangan BAP oleh Budi itu tidak memenuhi syarat yang diatur dalam KUHAP. Tak cuma itu, pencabutan keterangan BAP harus memerlukan alasan mengapa anak buah Aguan tersebut ingin mencabut kesaksiannya. Pada satu sisi, alasan itu tidak pernah bisa disampaikan Budi karena dia tak pernah memenuhi undangan jaksa untuk bersaksi di pengadilan.

"Menimbang bahwa perlu dikemukakan perihal (alasan) pencabutan. Bagaimana mungkin akan dikonfirmasi bila saksi tidak dapat hadir?" ujar hakim.

Budi Nurwono diketahui mengajukan permintaan pencabutan keterangannya yang tertuang dalam BAP saat diperiksa penyidik KPK. Namun, permintaan ini tak dipenuhi oleh jaksa karena dinilai tak punya dasar hukum.

Selain itu, menurut jaksa, keterangan Budi itu akan digunakan sebagai barang bukti untuk terdakwa lainnya. "Kami tetap berpendapat begitu. Karena (kesaksian Budi) bisa untuk perkara Mohamad Sanusi yang lain," ujar Jaksa Ali Fikri dalam persidangan Ariesman Widjaja beberapa waktu lalu.

Adapun kesaksian Budi yang ingin dicabut dalam BAP-nya terkait dengan pemberian uang Rp 50 miliar dari Aguan kepada anggota DPRD DKI Jakarta. Budi mengakui Aguan dan sejumlah anggota DPRD DKI telah menyepakati nominal itu saat menggelar pertemuan di kantor PT Agung Sedayu Group, di kawasan Harco Mangga Dua.

Pada pertemuan itu, selain dia, Aguan, dan Ariesman, hadir juga beberapa anggota DPRD DKI antara lain M Sanusi.
Ilustrasi Kasus Suap (Liputan6.com/Johan Fatzry)
Budi mengatakan uang tersebut ditujukan untuk mempercepat pembahasan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) oleh DPRD DKI.

"Seingat saya, untuk membahas percepatan raperda RTRKSP dari DPRD DKI mengatakan agar menyiapkan Rp 50 Miliar. Aguan menyanggupi uang Rp 50 miliar untuk anggota DPRD DKI Jakarta kemudian Aguan bersalaman dengan seluruh yang hadir," ujar Budi dalam BAP-nya.

Hari ini, majelis hakim menjatuhkan vonis penjara tiga tahun pada Ariesman Widjaja. Hakim juga menghukum Ariesman dengan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Majelis hakim menilai Ariesman terbukti bersalah melakukan suap kepada eks Anggota DPRD DKI, Mohamad Sanusi Rp 2 miliar terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).

Ariesman terbukti melanggar‎ Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa. Jaksa menuntut Ariesman dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan.