Sukses

Janjikan Rp 2,5 M ke Kepala Kejati DKI, Marudut Divonis 3 Tahun

Dalam vonis ini terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari dua anggota Majelis Hakim Pengadilan Tipikor.

Liputan6.com, Jakarta Marudut Pakpahan divonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor dengan pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Marudut dinilai terbukti bersalah menjanjikan sesuatu kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu.

"Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan pertama," ujar Ketua Majelis Hakim Yohanes saat pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (2/9/2016).

Majelis menilai, Marudut terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Perbuatan Marudut yang tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi menjadi hal memberatkannya. "Hal meringankan, Terdakwa belum pernah dihukum, menyesali perbuatannnya, berjanji tak mengulangi perbuatannya, dan masih memiliki tanggungan keluarga," ujar Majelis Hakim.

Majelis Hakim menilai Marudut terbukti menjanjikan sesuatu kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu.

Marudut dinilai terbukti menjanjikan uang Rp 2,5 miliar kepada dua anak buah Jaksa Agung HM Prasetyo tersebut untuk mengamankan kasus PT Brantas Abipraya (Persero) yang ditangani Kejati DKI Jakarta. Duit itu diberikan oleh dua pejabat PT Brantas Abipraya (Persero) Sudi Wantoko dan Dandung Pamurlano.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa. Jaksa sebelumnya menuntut Marudut dengan pidana 4 tahun dan denda Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan.

2 dari 2 halaman

Dissenting Opinion

Dalam vonis ini terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari dua anggota Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, yakni Edi Supriyatno dan Ismaya. Dua Hakim itu menyebut kalau Marudut belum melakukan perbuatan suap kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmoran dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu. Marudut dinilai hanya baru mencoba menyuap, sehingga belum bisa dinyatakan terbukti bersalah melakukan suap.

"Dalam pertemuan antara Marudut, Sudung, dan Tomo tidak terdapat kesepakatan mengenai akan dilakukannya pemberian dengan maksud agar menghentikan penyelidikan. Menimbang bahwa niat suap melalui Marudut berawal dari inisiatif dan persepsi Marudut," ujar Edi.

Edi mengatakan, dengan begitu belum bisa dikatakan ada perbuatan memberi dan menerima dari Marudut kepada Sudung dan Tomo. Dari kacamata Edi, perbuatan Marudut yang mencoba menyuap itu disebutnya sebagai perbuatan permulaan pelaksanaan.

"Maka unsur pidana sebagaimana Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor jo Pasal 53 dan Pasal 55 ayat 1 KUHP tidak terbukti," ucap Edi.

Hal sama juga diutarakan Ismaya. Dia berpandangan, tidak terlaksananya pemberian dan penerimaan uang suap dari Marudut kepada Sudung dan Tomo itu bukan kehendak Marudut. Sebab, sebelum transaksi suap itu terjadi, Marudut sudah lebih dulu ditangkap petugas KPK.

Meski di satu sisi, Ismaya juga mengakui, niat Marudut menyuap Sudung dan Tomo yang uangnya berasal dari Sudi dan Dandung sudah ada, akan tetapi perbuatan penyuapan itu 'belum selesai'. Tidak selesainya perbuatan itu bukan keinginan Sudi dan Dandung.

"Menimbang tidak terlaksananya perbuatan itu bukan atas kehendak sendiri. Sudi dan Dandung berperan menyediakan uang, Marudut perantara, Sudung dan Tomo sebagai penyelenggara negara. Niat yang sama para terdakwa sudah ada. Niat meminta bantuan Kepala Kejati dan Aspidsus untuk menghentikan penyidikan sudah ada," ucap Ismaya.

"Tapi perbuatan itu tidak selesai penyerahan uang kepada Kepala Kejati dan Aspidsus bukan keinginan terdakwa, tapi karena Marudut ditangkap. Sehingga menurut kami sependapat, unsur dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 53 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tidak terbukti," kata Ismaya.

Video Terkini