Sukses

Ahok Jadi Saksi di Sidang Sanusi Besok Pagi

Ahok sendiri pada Jumat 2 September 2016 lalu mengakui akan bersaksi untuk Sanusi.

Liputan6.com, Jakarta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akan menjadi saksi untuk sidang lanjutan terdakwa Mohamad Sanusi, Senin 5 September 2016. Sanusi, eks anggota DPRD DKI Jakarta itu didakwa menerima suap terkait pembahasan raperda reklamasi dan pencucian uang.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Liputan6.com, Minggu (4/9/2016), Ahok akan bersaksi di sidang Sanusi, Pengadilan Tipikor, Jakarta, besok sekitar pukul 10.00 WIB.

Ahok sendiri pada Jumat 2 September 2016 lalu mengakui akan bersaksi untuk Sanusi. Dia mengatakan dirinya akan hadir pukul 09.00 WIB. Setelah itu, dia akan menghadiri sidang di Mahkamah Konstitusi.

"Sidangnya selesai jam 12 (12.00 WIB). Jam 2 (14.00 WIB) kita ke MK," ucap Ahok.

Ahok sendiri pada 10 Mei 2016 lalu pernah menjalani pemeriksaan di KPK terkait kasus ini. Dia diperiksa sebagai saksi untuk Sanusi ketika masih berstatus tersangka.

Saat itu di hadapan penyidik, Ahok menjelaskan soal usulan dalam draf Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) oleh Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI.

Ahok mengatakan, dirinya mendapat laporan dari Sekretaris Daerah (Sekda) Saefullah dan tim dari Pemprov DKI yang mengatakan rapat pembahasan Raperda RTRKSP berjalan alot.

Ahok menyebut, rapat berjalan alot lantaran kakak Sanusi yang juga Wakil Ketua DPRD DKI, Mohamad Taufik ngotot agar rumusan besaran tambahan kontribusi 15 persen yang dibebankan pengembang dikeluarkan dari Raperda RTRKSP. Taufik yang juga Ketua Balegda itu pun ngotot agar rumusan itu dimasukkan dalam Peraturan Gubernur DKI.

"Saudara M Taufik ngotot agar rumus besaran tambahan kontribusi diatur di Peraturan Gubernur dan dikeluarkan dari Raperda RTRKSP," ucap Ahok dalam berkas acara pemeriksaan (BAP) miliknya.

Selain itu, Ahok juga menjelaskan kepada penyidik soal catatan disposisi pada 8 Maret 2016. Kata Ahok, saat itu Kepala Bapedda Tuty Kusumawati menemuinya di ruang kerja Gubernur DKI. Ahok diserahkan dua lembar dokumen terkait masukan dan penyelerasan pasal-pasal Raperda RTRKSP.

Menurut Ahok, dalam dokumen itu dia membaca penjelasan Pasal 10 ayat 5 huruf c yang tertulis 'tambahan' kontribusi adalah tambahan kontribusi yang dapat diambil di awal dengan mengkonversi dari kontribusi (yang lima persen) yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara Gubernur dan pengembang.

"Setelah membaca bunyi tulisan itu, saya spontan menyatakan penolakan saya dan saya kemudian menuliskan disposisi, 'gila, kalau seperti ini bisa pidana korupsi'," ujar Ahok.

2 dari 2 halaman

Dakwaan Jaksa

Sebelumnya, jaksa mendakwa Sanusi menerima suap Rp 2 miliar dari Ariesman Widjaja melalui asisten Ariesman, Trinanda Prihantoro. Diduga suap Rp 2 miliar itu ditujukan dengan maksud, Sanusi selaku anggota DPRD DKI dan Ketua Komisi D DPRD DKI 2014-2019 dapat membantu percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).

Suap juga dimaksudkan agar Sanusi mengakomodir pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman selaku Presdir PT APL dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra (MSW). Tujuannya, agar PT MSW mempunyai legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G kawasan Reklamasi Pantura Jakarta.

Atas perbuatan itu, Sanusi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Selain itu, jaksa juga mendakwa Sanusi dengan pencucian uang. Sanusi didakwa melakukan pencucian uang dengan membelanjakan atau membayarkan uang senilai Rp 45.287.833.733 (Rp 45 miliar lebih) untuk pembelian aset berupa tanah dan bangunan serta kendaraan bermotor. Tak cuma itu, Sanusi juga menyimpan uang US$ 10 ribu dalam brankas di lantai 1 rumahnya di Jalan Saidi I Nomor 23, Kelurahan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Uang senilai Rp 45 miliar lebih itu didapat Sanusi dari para rekanan Dinas Tata Air Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang merupakan mitra kerja Komisi D DPRD DKI. Para rekanan Dinas Tata Air Pemprov DKI itu dimintai uang Sanusi terkait pelaksanaan proyek pekerjaan antara tahun 2012 sampai 2015.

Atas perbuatannya, jaksa mendakwa Mohamad Sanusi dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.