Sukses

Penyidik Kehutanan Disandera, Menteri Siti Nurbaya Berang

Penyidik KLH sempat disandera saat menyegel lahan terbakar perusahaan di Rokan Hulu, Riau.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Siti Nurbaya Bakar menyatakan kasus penyanderaan tujuh pegawai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Rokan Hulu, Provinsi Riau adalah, kejahatan luar biasa.

"Kejahatan luar biasa ini harus ditindak secara keras. Harus kita perangi bersama-sama. Untuk itu penegakan hukum terhadap kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) harus menggunakan konsep multidoors dan multi instrumen hukum," kata Menteri Siti Nurbaya melalui pesan singkat kepada Liputan6.com, Minggu 4 September 2016.

Penyanderaan anak buah Menteri Siti ini diduga kuat dilakukan oleh segerombolan massa yang diindikasi kuat. Mereka dikerahkan oleh perusahaan PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL) pada Jumat 2 September 2016.

Kronologinya bermula ketika penyidik KLHK usai menjalankan tugas menyegel kawasan hutan dan lahan yang terbakar yang berada dalam penguasaan PT Andika Permata Sawit Lestari (APSL).

Tujuh orang itu terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Polisi Kehutanan (Polhut) di Rokan Hulu, Provinsi Riau. Tiba-tiba dikepung segerombolan orang tidak dikenal.

"Penyidik KLHK dan Polhut itu merupakan aparat penegakan hukum berdasarkan UU mempunyai otoritas kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan atas kebakaran hutan dan lahan.

Apalagi ditemukan bukti lapangan bahwa ada ribuan hektar sawit terbakar di hutan produksi yang belum dilepas izinnya atau dengan kata lain, kebun sawit di areal tersebut ilegal,'' Menteri Siti menjelaskan.

Menurut Siti, diduga kuat aktivitas ilegal ini difasilitasi oleh pihak perusahaan dengan mengatasnamakan masyarakat melalui kelompok tani. Sebab dari foto-foto dan video lapangan yang berhasil diselamatkan filenya, terlihat lahan terbakar yang begitu luasnya.

Sisa-sisa kebakaran lahan di Rokan Hulu, Provinsi Riau. (Foto: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan/Liputan6.com/Ahmad Yusran)

Sejauh mata memandang, kata Siti, kawasan yang tadinya merupakan hutan gambut, sudah berubah menjadi kebun sawit.

"Pada kawasan yang siap tanam, terlihat sisa sengaja dibakar dan beberapa titik yang sudah terbakar masih menyisakan asap mengepul.

Dengan insiden ini penyelidikan pada PT ASPL akan menjadi prioritas utama kami. Karena ada tiga hal penting yang melibatkan perusahaan ini. Pertama, aktivitas perambahan kawasan hutan. Kedua, pembakaran lahan. Ketiga, penyanderaan. Dan KLHK akan mengusut dan menindaknya secara tegas sesuai dengan kewenangan yang ada,'' Menteri Siti menegaskan.

Ia juga memastikan, dari kejadian penyanderaan anak buahnya tidak akan mengurangi ketegasan KLHK dalam menindak pelaku Karhutla yang melibatkan pihak korporasi atau perusahaan lainnya.

Pembakar hutan atau lahan, lanjut Siti, mereka harus dibuat jera agar tidak mengulangi perbuatannya yang membuat masyarakat menderita dan menurunkan kewibawaan negara dimata masyarakat dan internasional. Apalagi dilakukan oleh korporasi yang sekaligus mendalangi perambahan kawasan hutan, secara ilegal.

Sebab, berdasarkan UU KLHK berwenang menjatuhkan sanksi administratif seperti paksaan pemerintah, pembekuan izin dan pencabutan izin, melakukan gugatan perdata serta penegakan hukum pidana.

KLHK telah menjatuhkan sanksi administratif pada 34 perusahaan terkait Karhutla. Selain itu mengeluarkan peringatan keras pada 115 perusahaan. Serta sekitar 15 perusahaan dalam proses pengadilan/perdata.

''Kejadian penyanderaan ini justru menjadi penyemangat kami, untuk maju terus menindak tegas para pelaku Karhutla. Termasuk korporasi nakal yang menyalahi aturan. Ketegasan ini penting demi menjaga Indonesia,'' ucap Menteri Siti.

Untuk membenahi kawasan hutan yang diubah fungsi. KLHK saat ini, jelas Menteri Siti telah melakukan moratorium atau penghentian sementara secara menyeluruh izin pengelolaan lahan gambut dan izin pembukaan kebun sawit.

''Sejak titik api meluas, saya sudah tegaskan untuk dilakukan penyelidikan di areal yang terbakar oleh tim dipimpin langsung Dirjen Gakkum KLHK turun ke lokasi di Riau. Dan izin-izin yang ada saat ini kita evaluasi dan terus awasi agar tata kelolanya benar-benar memperhatikan lingkungan. Sedangkan untuk izin baru kita hentikan sementara,'' ujar Menteri Siti Nurbaya Bakar.

2 dari 2 halaman

Kronologi Penyanderaan

Berikut kronologi penyanderaan Tim KLHK yang dikuasai PT APSL:

1. Sejak titik api mulai meluas di Riau, Menteri LHK meminta Dirjen Gakkum segera menurunkan tim ke lokasi melakukan penyelidikan.

2. Tim pertama turun ke lokasi yang dikuasai PT APSL, Senin (29/8/2016). Tim sempat melakukan komunikasi dengan pengelola lahan sebelum masuk ke areal perusahaan. Di lokasi pertama ditemukan areal terbakar mencapai 600 ha. Tim sempat masuk lebih ke dalam lagi pada areal kebun sawit yang terbakar yang diperkirakan lebih dari 2.000 hektare. Akan tetapi tim mengalami kesulitan karena asap cukup tebal.

3. Selasa (30/8/2016), dipimpin Dirjen Gakkum, tim KLHK kembali ke lokasi dan masih menjumpai ada masyarakat yang mengungsi di luar areal terbakar. Mereka telah mendirikan tenda beberapa hari dilokasi pengungsian tersebut.

Setelah diselidiki, ternyata mereka merupakan pekerja yang didatangkan dari daerah lain, dan selama ini beraktivitas di dalam areal yang dikuasai perusahaan. Rumah mereka ikut terbakar karena meluasnya titik api di dalam lokasi kebun (Terlampir foto rumah pekerja yang terbakar).

4. Dalam penguasaan secara ilegal kawasan yang terbakar tersebut, setelah ditelusuri lebih jauh, PT. APSL diduga memfasilitasi pembentukan tiga kelompok tani untuk mengelola kebun sawit dengan PT APSL bertindak sebagai "Bapak angkat". Masyarakat dimaksud tak lain adalah pekerja dari perusahaan itu sendiri yang dibentuk melalui kelompok tani. Dari foto yang didapat, terlihat pengelolaan kebun sawit dilakukan secara profesional dan terkoordinir.

5. Saat tim KLHK masuk ke lokasi kebun, ditemukan fakta lahan sawit yang terbakar sangat luas dan masih berasap. Mayoritas merupakan kebun sawit di dalam areal hutan produksi. Artinya semua aktifitas di lokasi tersebut ilegal.

Modus seperti ini biasa digunakan perusahaan yang nakal, dimana mereka menggarap lahan secara ilegal menggunakan dalih dikelola masyarakat, dan berada di lokasi yang tak jauh dari lahan legal mereka.

6. Setelah mendapat fakta awal, tim kembali ke Pekanbaru dan melakukan rapat internal. Diputuskan untuk melakukan tindakan penyelidikan sekaligus penyegelan di lokasi yang dikuasai PT APSL.

7. Jumat (2/9/2016) pukul 11.00 WIB, tim turun ke lokasi. Untuk menuju ke lokasi tersebut harus menggunakan ponton (sejenis transportasi penyeberangan) untuk menyebrang sungai. Sebelum masuk ke areal PT APSL, tim sudah berkomunikasi dengan perwakilan perusahaan bernama Santoso. Atas izin Santoso pula, mereka dapat melewati portal yang dijaga oleh petugas keamanan perusahaan.

8. "PPNS Line" dan pelang KLHK dipasang sekitar pukul 14.00-15.00 WIB. Selama proses itu berlangsung, tim sudah merasa diamat-amati. Karena beberapa kali ada yang lewat menggunakan sepeda motor. Namun tim tetap bekerja mengambil bukti foto lahan yang terbakar serta video menggunakan kamera drone.

Fakta lapangan menunjukkan, ada lahan yang memang sengaja dibuatkan stacking atau jalur bakar. Artinya lahan yang akan digunakan untuk menanam sawit tersebut, terindikasi kuat memang sengaja disiapkan untuk dibakar. Bahkan saat tim tiba di lokasi, masih ada asap yang mengepul dari lahan berdasar gambut itu.

9. Sekitar pukul 15.00 WIB, tim KLHK memutuskan untuk kembali, dengan menggunakan dua mobil. Mereka sempat bertegur sapa dengan seseorang (diduga salah satu manajer perusahaan PT APSL inisial A).

10. Usai bertegur sapa, tim KLHK melanjutkan perjalanan. Namun ternyata A dan rekannya yang menggunakan sepeda motor, membuntuti perjalanan mereka. Tim tetap bergerak ke arah lokasi ponton untuk menyeberang pulang, dan menganggap A dan rekannya juga akan sama-sama pulang.

11. Sebelum sampai ke lokasi ponton, tim KLHK tiba-tiba dihadang oleh sekelompok pemuda. Mereka ternyata sudah menunggu sebelumnya dan sengaja menggeser posisi Ponton, sehingga tim KLHK tidak bisa menyeberang. Ponton ini dioperasikan oleh PT Chevron karena jalan tersebut merupakan jalan inspeksi pipa PT Chevron.

Satu-satu jalan keluar dan menuju lokasi yang terbakar memang harus menyeberangi sungai dengan menggunakan ponton.

Penanganan kebakaran hutan dan lahan di Riau. (Liputan6.com/M Syukur)

12. Gerombolan yang mencegat ini meminta tim KLHK turun dari mobil. Mereka kemudian dibawa ke sebuah tempat tak jauh dari lokasi tersebut. Tim KLHK didesak menghapus foto-foto, video serta mencopot plang yang dipasang di lokasi Karhutla. Dalam waktu sekejap, jumlah massa mencapai 50 orang.

13. Negosiasi terus dilakukan. Tim KLHK menegaskan bahwa mereka sedang menjalankan tugas Negara. Namun gerombolan massa tetap tidak menerima dan meminta tuntutan mereka dikabulkan segera. Tim di lapangan terus berkoordinasi dengan Dirjen Gakkum. Selama proses negosiasi tersebut, Dirjen Gakkum juga terus berkoordinasi dengan Menteri LHK.

14. Demi keselamatan tim KLHK yang disandera, pelang akhirnya disepakati untuk dicabut, akan tetapi tim KLHK meminta yang melakukan pencabutan adalah pihak penyandera. Pencabutan plang dilakukan oleh pihak penyandera. Begitu juga dengan foto-foto yang disimpan di dalam kamera digital, semua dihapus dengan disaksikan para penyandera.

Namun  data foto dalam kamera drone berhasil diselamatkan.  Dari kamera drone inilah, bukti foto dan video luasan lahan yang terbakar, termasuk rumah pekerja (diklaim sebagai masyarakat) yang terbakar, berhasil didapatkan.

15. Selama proses negosiasi, tim KLHK yang disandera, diinterogasi dan mendapatkan berbagai intimidasi. Massa yang jumlahnya semakin banyak (lebih dari 100 orang) juga mengeluarkan ancaman. Tim KLHK diancam akan dipukuli, dilempar ke sungai, dibunuh dengan cara dibakar dan ancaman lainnya.

Jumlah massa terlihat dimobilisasi karena adanya pergerakan kendaraan yang membawa massa.

Tim KLHK (Polhut) juga terus diprovokasi untuk menggunakan senjata. Namun atas perintah Menteri LHK yang terus berkoordinasi via telepon dengan Dirjen Gakkum, meminta tim KLHK yang tengah dikepung ratusan massa itu untuk tetap tenang, sabar dan tidak terprovokasi dengan menggeluarkan senjata.

Dirjen Gakkum atas arahan menteri juga melakukan koordinasi dengan Danrem sebagai Komandan Satgas Karhutla dan Kasrem.

16. Setelah tuntutan penghapusan foto, video dan pencabutan plang KLHK dipenuhi, negosiasi awalnya berakhir damai setelah turun pemuka kampung atau ninik mamak. Sekitar pukul 18.00 WIB, tim KLHK sebenarnya sudah sempat bersalaman dengan para ninik mamak untuk berpamitan. Namun begitu hendak keluar, mereka kembali dihadang.

Gerombolan massa mengancam akan membebaskan tujuh orang tim KLHK tersebut, jika Menteri LHK Siti Nurbaya bisa hadir langsung di lokasi. Hingga saat ini masih didalami motif dan muatan apa hingga penyandera meminta menghadirkan Menteri LHK.

17. Situasi kembali memanas, tim KLHK kembali disandera gerombolan massa. Berbagai upaya negosiasi tetap gagal dilakukan. Sekitar pukul 24.00 WIB, Kapolres dan timnya akhirnya tiba di lokasi kejadian.

18. Setelah proses negosiasi lanjutan hingga pukul 2.30 dinihari (Sabtu 03/09/2016) disepakati tujuh tim KLHK dibebaskan namun kendaraan berupa dua unit mobil berikut barang-barang, harus ditinggal di lokasi. Tim KLHK kemudian beristirahat di kantor Polsek.

19. Tim KLHK akhirnya dievakuasi menggunakan truk Dalmas dengan pengawalan aparat kepolisian.

20. Sabtu (3/9/2016) Menteri LHK melakukan koordinasi dengan Kapolda Riau.

Pada pukul 10.00 WIB, Ketua Tim KLHK bersama dengan Kapolres kembali bertemu dengan penyandera untuk mengambil barang-barang dan dua unit mobil yang masih tertahan. Setelah melakukan pembicaraan cukup panjang, akhirnya mobil dan barang yang masih ditahan oleh penyandera dapat dilepaskan.

Video Terkini